SOLOPOS.COM - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi alias Hendi. (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Korupsi yang dilakukan anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti di Jakarta, akhir 2015 lalui, kini menyeret Wali Kota Semarang Hedrar Prihadi sebagai saksi di pengadilan.

Semarangpos.com, JAKARTA — Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengakui menerima uang Rp300 juta sebagai bantuan pilkada dari anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti.

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

“Pada akhir 2015 seingat saya bulan November, ada Julia, Dessy dan Mbak Damayanti menyerahkan bantuan untuk kepentingan partai untuk pilkada. Itu kehebatan partai kita, gotong royong,” kata Hendrar dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (1/8/2016).

Hendrar menjadi saksi untuk terdakwa Damayanti Wisnu Putranti yang didakwa menerima 328.000 dolar Singapura (setara dengan Rp3,1 miliar), Rp1 miliar dalam mata uang dolar Amerika Serikat, dan 404.000 dolar Singapura (setara Rp4 miliar) dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Selain Damayanti, dua rekannya, yaitu Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi, juga didakwa hal yang sama.

Dalam dakwaan Damayanti disebutkan bahwa Abdul Khoir memberikan Rp1 miliar kepada Damayanti. Sebagian uang tersebut, yakni senilai Rp300 juta, lalu diserahkan Damayanti kepada Hendrar Prihadi yang saat itu sedang mengikut Pilkada Kota Semarang melalui Farkhan Hilmie. Damayanti juga menyerahkan Rp150 juta kepada calon bupati Kendal Widya Kandi Susanti dan Rp150 juta untuk calon Wakil Bupati Kendal Mohammad Hilmi alias Gus Hilmi yang merupakan adik dari rekan Damayanti di Komisi V Alamuddin Dimyati Rois, masih untuk keperluan pilkada. Sisa Rp400 juta dibagi untuk Dessy (Rp100 juta), Julia (Rp100 juta) dan Damayanti (Rp200 juta).

“Di Novotel Hotel, saya bertemu dengan Dessy, Julia dan Bu Damayanti dengan staf saya Pak Farkhan. Kami membicarakan ada bantuan dari temen-teman di Jakarta, jadi yang terima Farlhan. Saya suruh uang diserahkan ke sekretariat partai, baru setelah OTT (operasi tangkap tangan) saya tanyakan jumlahnya Rp300 juta,” ungkap Hendrar.

Uang tersebut diakui Hendi—sapaan Hendrar Prihadi—sudah digunakan olehnya dan tim suksesnya di dewan pimpinan cabang partai untuk melakukan konsolidasikan di tingkat ranting, termasuk pembuatan kaus. “Saya surprise juga dengan bantuan itu. Setahu saya pertemuan itu memang mendadak, kami sedang kampanye jalan sehat, tiba-tiba saya dikontak Bu Julia dan Dessy untuk merapat, bahasanya ada oleh-oleh, singkat cerita mereka mau bantu untuk pilkada. Saya bilang untuk saya tidak usah, tapi untuk partai ya silakan,” ungkap Hendrar.

“Jadi apa pesannya?” tanya hakim.

“Untuk membantu teman partai memenangkan pilkada,” jawab Hendrar.

Sedangkan Farkhan yang menerima uang itu mengungkapkan bahwa pihak yang menghitung uang tersebut adalah Sekretariat DPC PDIP Semarang. “Saya terima uang, beliau [Hendrar] sampaikan ya sudah disampaikan ke Mas Farkhan saja. Setelah itu saya serahkan ke sekretariat DPC PDIP Semarang, kemudian kita buka bersama, setelah dihitung, isinya ada Rp300 juta,” kata Farkhan yang juga menjadi saksi dalam sidang itu.

Menurut Hendrar, Dessy, Julia maupun Damayanti tidak meminta proyek seusai memberikan uang tersebut. “Dengan Bu Damayanti tidak pernah kontak, tapi kalau dengan Julia dan Dessy sering komunikasi tapi lupa apakah pernah ada permintaan proyek. Saya terakhir saat rakernas waktu itu kami rombangan Semarang datang ke Jakarta membawa lumpia dan diserahkan ke Julia dan Dessy, itu saja,” ungkap Hendrar.

Sedangkan Widya Kandi yang juga menjadi saksi dalam sidang juga mengaku menerima uang dari Julia dan Dessy. “Tahun 2010-2015 saya menjadi Bupati Kendal, berikutnya mencalonkan tapi belum beruntung. Saat itu saya ke Sekretariat DPC PDIP, saya bertemu Julia dan Dessy. Kami mengobrol dan berkenalan, sekitar 20 menit Damayanti datang, baru kenal. Lalu, malam, beliau dan Bu Dessy dan Damayanti salat di rumah saya. Waktu mau pulang nitip ke saya, ini ada bantuan sedikit untuk partai,” kata Widya.

Saat dibuka keesokan paginya, amplop tersebut berisi Rp150 juta dan diambil oleh Sekretariat DPC PDIP. “Saat itu juga diambil karena bantuan untuk partai. Uang digunakan untuk konsolidasi partai di enam daerah pemilihan, ada konsumsi dan operasional,” jelas Widya.

Di belakang hari, uang tersebut dikembalikan ke KPK oleh Hendi, Widya, dan Hilmi. “Untuk kepentingan penyidikan kami kembalikan pada negara melalui KPK, saya tidak tahu pasti kapan dikembalikan, tapi 2016. Transfer dari partai,” tegas Hendi.

Sedangkan Widya mengembalikan pada 4 atau 7 April 2016 yang ditransfer ke rekening KPK. Dalam perkara ini Damayanti didakwa berdasarkan pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya