SOLOPOS.COM - Personal Banker BTPN Diah Ayu Kusumaningrum seusai menjalani sidang pembacaan vonis, di Pengadilan Tipikor, Semarang, Jateng, Jumat (21/10/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Harviyan Perdana Putra)

Korupsi dengan modus operandi pembobol kas daerah Kota Semarang yang dituduhkan kepada mantan karyawan BTPN telah diputuskan.

Semarangpos.com, SEMARANG — Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Semarang memutuskan bersalah dan menghukum terdakwa pembobol kas daerah Pemerintah Kota Semarang senilai Rp26,7 miliar Diah Ayu Kusumaningrum. Hakim menghukumnya dengan mengurungnya dalam penjara selama sembilan tahun.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Hukuman yang dibacakan Hakim Ketua Antonius Wididjanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jumat (21/10/2016), lebih ringan dari tuntutan jaksa yang 13,5 tahun penjara. Selain hukuman badan, terdakwa juga dijatuhi hukuman denda semilai Rp100 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama dua bulan kurungan.

“Menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 dan 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah dibuat dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” katanya.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya dalam perkara tersebut. Diah Ayu merupakan personal banker Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang bertugas untuk mengurusi simpanan dana yang bersumber dari pajak dan retribusi tersebut. Selain itu, kata dia, terdakwa juga terbukti memberikan sesuatu kepada pejabat negara atau pegawai negeri dengan maksud tertentu.

Dalam hal itu, Diah terbukti memberikan uang sebesar Rp152 juta kepada mantan Kepala UPTD Kasda Suhantoro yang sudah dihukum atas perkara yang sama. Dalam putusannya, hakim juga memerintahkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp21,5 miliar.

Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum masih menyatakan pikir-pikir. Penasihat hukum terdakwa, Soewidji, seusai sidang mengatakan hukuman yang dijatuhkan hakim tersebut tidak realistis. “Hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan,” katanya.

Menurut dia, salah satu fakta sidang yang tidak dipertimbangkan yakni slip setoran pada tahun 2008 yang tidak ada dalam bukti jaksa. “Slip setoran 2008 totalnya Rp5 miliar, tetapi oleh hakim tetap dibebankan kepada terdakwa uang pengganti kerugian negaranya,” katanya.

vbKLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya