Jateng
Minggu, 23 Oktober 2016 - 18:50 WIB

KORUPSI SEMARANG : Personal Banker BTPN Dipenjara 9 Tahun

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Personal Banker BTPN Diah Ayu Kusumaningrum seusai menjalani sidang pembacaan vonis, di Pengadilan Tipikor, Semarang, Jateng, Jumat (21/10/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Harviyan Perdana Putra)

Korupsi dengan modus operandi pembobol kas daerah Kota Semarang yang dituduhkan kepada mantan karyawan BTPN telah diputuskan.

Semarangpos.com, SEMARANG — Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Semarang memutuskan bersalah dan menghukum terdakwa pembobol kas daerah Pemerintah Kota Semarang senilai Rp26,7 miliar Diah Ayu Kusumaningrum. Hakim menghukumnya dengan mengurungnya dalam penjara selama sembilan tahun.

Advertisement

Hukuman yang dibacakan Hakim Ketua Antonius Wididjanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jumat (21/10/2016), lebih ringan dari tuntutan jaksa yang 13,5 tahun penjara. Selain hukuman badan, terdakwa juga dijatuhi hukuman denda semilai Rp100 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama dua bulan kurungan.

“Menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 dan 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah dibuat dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” katanya.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya dalam perkara tersebut. Diah Ayu merupakan personal banker Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang bertugas untuk mengurusi simpanan dana yang bersumber dari pajak dan retribusi tersebut. Selain itu, kata dia, terdakwa juga terbukti memberikan sesuatu kepada pejabat negara atau pegawai negeri dengan maksud tertentu.

Advertisement

Dalam hal itu, Diah terbukti memberikan uang sebesar Rp152 juta kepada mantan Kepala UPTD Kasda Suhantoro yang sudah dihukum atas perkara yang sama. Dalam putusannya, hakim juga memerintahkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp21,5 miliar.

Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum masih menyatakan pikir-pikir. Penasihat hukum terdakwa, Soewidji, seusai sidang mengatakan hukuman yang dijatuhkan hakim tersebut tidak realistis. “Hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan,” katanya.

Menurut dia, salah satu fakta sidang yang tidak dipertimbangkan yakni slip setoran pada tahun 2008 yang tidak ada dalam bukti jaksa. “Slip setoran 2008 totalnya Rp5 miliar, tetapi oleh hakim tetap dibebankan kepada terdakwa uang pengganti kerugian negaranya,” katanya.

Advertisement

vbKLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif