SOLOPOS.COM - Slamet, 60 saat menunjukkan geplak waluh bikinannya. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Slamet, 60 warga Getasan, Kabupaten Semarang memanfaatkan buah waluh diolah menjadi aneka makanan ringan. Tak disangka, aneka makanan ringan berbahan dasar waluh itu diterima baik di pasaran.

Awal mula Slamet tercetus ide mengolah waluh karena melimpahnya buah tersebut di daerahnya. Berbekal pengetahuannya tentang pengolahan produk pertanian semasa kuliah, Slamet berhasil mengolah buah waluh menjadi 10 varian makanan ringan. Masing-masing geplak, emping, stik, egg roll, sirup, bakpia, wingko, kuaci, keripik, dan gelek.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Slamet mengaku produk pertama yang ia buat adalah geplak waluh. Ide itu muncul saat dirinya menyelesaikan tugas akhir sarjana pertanian.

“Awal membuat itu tahun 2002, saat tugas akhir skripsi. Saya penelitian dari awal terkait tanaman waluh sampai ke pengolahan. Sehingga jadilah produk geplak waluh,” ungkap Slamet saat ditemui Solopos.com di rumahnya di belakang Pasar Getasan, Kabupaten Semarang, Jumat (5/5/2023).

Inovasi geplak waluh tersebut membuat Slamet beberapa kali menyabet juara kompetisi inovasi dan penghargaan. Terakhir, dia menjuarai ajang kreasi inovasi Kabupaten Semarang sebagai juara umum. Selain itu, dirinya juga pernah meraih juara I kompetisi Inovasi di Universitas Indonesia (UI).

“Itu diikuti banyak peserta. Saya jadi satu-satunya peserta laki-laki karena masuk dalam kategori inovasi olahan makanan. Pemaparan saya lengkap karena berdasarkan hasil penelitian. Jadi bisa juara I,” bebernya.

Teknik pemasaran yang dilakukan Slamet juga cukup unik. Slamet memakai brand nama istrinya sendiri, yaitu Geplak Waluh Ibu Nanik.

“Saya kan pendatang dari Kebumen, nah istri saya asli orang sini banyak keluarga. Sehingga namanya Geplak Waluh Bu Nanik. Biar keluarga juga bisa mempromosikan,” ungkapnya.

Promosi itu berhasil dan produk geplak waluh milik Slamet semakin dikenal masyarakat. Bahkan pesanan saat ini sudah sampai Kalimantan dan Sumatera.
Diakuinya sampai saat ini di toko miliknya produk yang paling laris masih geplak waluh. Sebab belum banyak orang yang membuatnya.

Untuk mempertahankan cita rasa, Slamet juga masih mengolahnya sendiri. Sekali membuat geplak biasanya dia hanya membuat 15 kilogram.

“Kalau buat saya tidak langsung banyak karena tanpa bahan pengawet. Hanya bisa bertahan selama 15 hari,” katanya.

Produk geplak saat ini dijual mulai dari kemasan kecil 250 gram seharga Rp15.000, kemasan sedang 500 gram dibanderol Rp27.500, dan kemasan satu kilogram dengan harga Rp55.000.

Sedangkan makanan lainnya rata-rata dibanderol dengan harga Rp15.000 untuk kemasan sedang. Khusus sirup waluh dihargai Rp35.000 per botol.

“Semua produk ini tanpa bahan pengawet. Hanya bisa bertahan sekitar 4 bulan,” terangnya.

Selain kesibukannya sebagai pengusaha waluh, Slamet kerap kali juga dipercaya sebagai pembicara tentang inovasi olahan makanan. Mulai dari instansi pemerintah hingga ke kampus-kampus ternama di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya