SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelecehan seksual. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG – Kasus pelecehan seksual terhadap 21 anak laki-laki oleh pelatih atau guru rebana sekaligus guru ngaji di Kabupaten Batang, Jawa Tengah (Jateng), mematik reaksi berbagai kalangan. Banyak yang meminta pelaku, MU, 28, tidak hanya mendapatkan hukuman kebiri tapi juga proses hukum yang lain agar jera dan tidak mengulangi perbuatannya.

Direktur LBH APIK Semarang, Raden Ayu Hermawati, mengatakan hukuman kebiri memang bisa menjadi contoh yang baik bagi para predator seks anak di bawah umur. Meski demikian, hukuman tambahan tetap diperlukan kepada para pelaku.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

“Harapanya, selain kebiri dan pidana maksimal [15 tahun penjara], ada tambahan sepertiga kurungan penjara. Ini juga sesuai UU Kekerasan Seksual, di mana pelaku orang terdekat korban ), ada tambahan sepertiga kurungan penjara. Ini juga sesuai undang-undang kekerasan seksual, yaitu jika pelaku orang terdekat korban, ada tambahan sepertiga hukuman,” kata Ayu, Rabu (11/1/2023).

Lebih jauh, LBH APIK juga meminta aparat penegak hukum agar bisa membuka identitas pelaku yang berprofesi sebagai guru ngaji dan pelatih rebana di Batang secara publik atau umum. Termasuk melakukan rehabilitasi kepada pelaku agar saat keluar dari penjara tak mengulangi perbuatan kejinya.

“Mengumumkan identitas pelaku ke masyarakat sebagai efek jera tambahan. Kemudian rehabilitasi terhadap pelaku, agar tidak melakukan pengulangan. Karena kebiri kan, ada batasan tertentu, tidak selamanya. Jadi penting sekali adanya rehabilitasi,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Kepolisian Resor (Polres) Batang, AKBP Irwan Susanto, mempertimbangkan penggunaan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 untuk menjerat guru ngaji atau pelatih rebana berinisial MU, 28, yang diduga melakukan pencabulan atau sodomi terhadap puluhan anak di bawah umur. Jika peraturan itu diterapkan, maka guru rebana asal Batang itu pun terancam hukuman kebiri.

Kapolres pun menanyakan para penyidik apakah ada klasifikasi khusus untuk penerapan aturan itu, misalnya apakah pelakunya sebagai pejabat, panutan dan lain-lain. Kapolres pun meminta klasifikasi spesifikasi terhadap perbuatan pelaku, agar bisa meyakinkan hakim untuk memberlakukan hukuman kebiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya