Jateng
Kamis, 9 November 2017 - 02:50 WIB

LINGKUNGAN HIDUP JATENG : Penjualan Air Pegunungan Muria Ditutup Paksa

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tim gabungan yang terdiri atas personel Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana, Satpol PP Kudus dan Provinsi Jateng, Dishub Kudus, serta Polres Kudus, Rabu (8/11/2017), memasang papan penutupan tempat usaha penjualan air di Desa Kajar, Dawe, Kudus, Jateng. (Foto: Antarajateng.com/Akhmad Nazaruddin Lathif)

Lingkungan hidup Jateng yang harus dijaga kelestariannya menjadi alasan penutupan paksa usaha penjualan air Pegunungan Muria.

Semarangpos.com, KUDUS — Tim gabungan yang terdiri atas personel Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana, Satpol PP Kudus dan Provinsi Jateng, Dishub Kudus dan Polres Kudus, Rabu (8/11/2017), menutup paksa 21 tempat usaha penjualan air Pegunungan Muria di Desa Kajar, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Advertisement

Kelestarian lingkungan hidup menjadi alasan penutupan tepat usaha yang selama ini memasok bahan baku isi ulang air minum dalam kemasan itu. Penutupan paksa ke-21 tempat usaha penjualan air yang bersumber dari Pegunungan Muria, Jateng itu diikuti pemasangan papan penutupan tempat usaha penjualan air minum tersebut  yang tersebar di lima desa.

Dalam penutupan tempat usaha penjualan air pegunungan tersebut, tim gabungan dibagi menjadi empat regu karena lokasinya tersebar di lima desa. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBWS Pemali-Juana, Sugianto, mengungkapkan bahwa penutupan itu dilakukan setelah ada surat peringatan sebelumnya kepada pemilik tempat usaha.

Advertisement

Dalam penutupan tempat usaha penjualan air pegunungan tersebut, tim gabungan dibagi menjadi empat regu karena lokasinya tersebar di lima desa. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBWS Pemali-Juana, Sugianto, mengungkapkan bahwa penutupan itu dilakukan setelah ada surat peringatan sebelumnya kepada pemilik tempat usaha.

Ia menegaskan kegiatan bersama tim gabungan bukan untuk penyegelan, melainkan penutupan tempat usaha karena melanggar UU No. 11/1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah nomor 121/2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. Jumlah lokasi tempat usaha yang ditutup 21 lokasi.

Terkait dengan adanya tempat usaha yang ternyata dari air dalam, kata dia, bukan kewenangannya, namun penutupan dengan cara dipasang kabel tis dan pemasangan papan yang terdapat tulisan “Ditutup/Dihentikan”. Selanjutnya, kata dia, dilakukan penandatanganan berkas acara penutupan.

Advertisement

Salah seorang pemilik tempat usaha air Pegunungan Muria, Supriyanto, mengakui menjual air pegunungan sejak 10 bulan yang lalu. “Itu pun air sisa dari kebutuhan rumah tangga,” ujarnya.

Setiap tangki air, kata dia, dijual Rp30.000, namun air yang bisa dijual disesuaikan dengan pasokan air yang ada dan keandalan jaringan pipa yang mengalirkan air. Siswadi, pengusaha lainnya, mengakui tempat usaha penjualan air miliknya tidak menggunakan air permukaan, melainkan air tanah.

Di hadapan tim gabungan, dia juga menunjukkan sejumlah surat izin yang dimiliki untuk legalitas usahanya itu. Pengusaha air Pegunungan Muria yang berizin hanya tiga pengusaha, sedangkan pengusaha lainnya sama sekali tidak memiliki izin. Tiga pengusaha yang semula memiliki izin tersebut tidak melakukan perpanjangan. Dengan demikian, semua pengusaha air pegunungan di kawasan Pegunungan Muria Kudus tidak berizin.

Advertisement

Eksploitasi air di kawasan Pegunungan Muria Kudus yang sudah berlangsung sejak lama itu, mendapatkan protes dari pemerhati lingkungan hidup. Aksi unjuk rasa berulang kali digelar untuk mendesak pemerintah segera menertibkan pemilik tempat usaha tersebut.

Informasinya, setiap hari terdapat jutaan liter air diambil dan dijual sebagai air minum isi ulang. Hal itu bisa dilihat dari jumlah truk tangki yang selama ini mengangkut air dari kawasan pegunungan untuk dijual ke sejumlah daerah yang mencapai puluhan truk dengan kapasitas angkut antara 5.000 liter-6.000 liter.

Eksploitasi air secara berlebihan sejak 1995 itu, dikhawatirkan berdampak pada debit mata air permukaan yang makin menurun, sedangkan petani juga kesulitan mendapatkan air irigasi saat musim kemarau.

Advertisement

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif