Jateng
Kamis, 27 April 2023 - 20:34 WIB

Lo! Data Kemiskinan Ekstrem Kota Semarang dari BPS & BKKBN Kok Beda

Newswire  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kemiskinan ekstrem. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), menyebutkan adanya perbedaan data kemiskinan ekstrem di wilayahnya dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Jika mengacu data BPS, kemiskinan ekstrem di Kota Semarang mencapai 0,04 persen atau sekitar 6.800 kepala keluarga (KK). Maka, data dari BKKBN justru jauh berbeda yakni ada 21.000 KK di Kota Semarang yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem.

Advertisement

Perbedaan data itu pun perlu divalidasi di lapangan. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinsos Kota Semarang, Heroe Soekendar, seusai rapat persiapan forum konsultasi publik (FKP) registrasi sosial ekonomi (regsosek) yang digelar BPS dan Kota Semarang, Kamis (27/4/2023).

“Adanya perbedaan data sebenarnya menyulitkan. Ada beberapa data yang harus diverifikasi lagi. Dari beberapa tempat yang sudah kami lakukan sampling ternyata tidak sebanyak itu yang kami temukan,” katanya.

Ia mencontohkan pengecekan acak untuk tingkat kemiskinan ekstrem dilakukan Dinsos Kota Semarang di beberapa Kecamatan, seperti Mijen, Ngaliyan, Gunungpati, dan Semarang Barat.

Advertisement

Diakui Heroe, kemiskinan ekstrem di Kota Semarang memang ada, tetapi jumlahnya dimungkinkan tidak sebanyak data yang ada, diperkuat dengan hasil pengecekan acak di beberapa kecamatan.

Di beberapa kecamatan, kata dia, ada warga yang masuk data kemiskinan ekstrem ternyata sudah bekerja atau memiliki usaha dengan rata-rata pengeluaran mereka sekitar Rp30.000-50.000 per hari.

Artinya, kata dia, mereka tidak layak masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem karena pengeluaran harian mereka sudah lebih dari Rp10.000.

Advertisement

“Mereka sudah punya pekerjaan. Ada yang jadi sekuriti, usaha laundry, penjahit, dan lain-lain. Mereka tidak layak dikatakan kemiskinan ekstrem. Pengeluarannya [harian] juga lebih dari Rp10.000,” ujarnya.

Kemiskinan ekstrem, kata dia, justru banyak dialami oleh kalangan lansia yang mayoritas sudah tidak berdaya dan lebih banyak bergantung pada orang lain sehingga menjadi perhatian ekstra dari Dinsos Kota Semarang.

“Nanti, kami juga berupaya lebih menyosialisasikan Semarang berbagi. Kalau semua bergerak, saya yakin kemiskinan tertuntaskan. Apalagi, pusat menargetkan 2024 harus zero,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif