Jateng
Rabu, 30 Agustus 2023 - 15:20 WIB

Maganol, Toko Layang-Layang di Semarang yang Berusia Lebih dari Separuh Abad

Adhik Kurniawan  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasa pembeli saat tengah memilih layang-layang di Toko Maganol Semarang, Jawa Tengah. (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG — Perkembangan teknologi yang kian pesat tak melulu mematikan mainan tradisional. Hal ini turut dibuktikan dengan keberadaan Toko Maganol, sebuah toko mainan tradisional seperti layang-layang di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), yang tetap eksis sejak kali pertama didirikan pada tahun 1965, atau lebih dari 50 tahun.

Berlokasi di tepi Jalan M.T. Haryono No. 530, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Toko Maganol masih menjaga eksistensinya dalam menjual berbagai macam bentuk layang-layang dan benang. Pelanggan toko ini pun bermacam-macam, mulai dari anak-anak hingga orang dewas.

Advertisement

Predikat legendaris pun layak disematkan pada Toko Maganol. Hal ini dikarenakan banyak warga Semarang yang ditanya tempat membeli layang-layang, dalam benaknya langsung tertuju pada Toko Maganol.

“Itu [Toko Maganol] sudah lama berdiri. Paling pertama malahan kayaknya di sini [Jalan MT Haryono Semarang]. Dari saya kecil sampai tua, masih tetap buka dan jual layangan,” ujar warga sekitar, Alex Rianto, 60, kepada Solopos.com, Selasa (29/8/2023).

Advertisement

“Itu [Toko Maganol] sudah lama berdiri. Paling pertama malahan kayaknya di sini [Jalan MT Haryono Semarang]. Dari saya kecil sampai tua, masih tetap buka dan jual layangan,” ujar warga sekitar, Alex Rianto, 60, kepada Solopos.com, Selasa (29/8/2023).

Warga Kelurahan Sarirejo itu juga membenarkan bila eksistensi Toko Maganol masih terjaga di era gempuran gadget atau gawai yang kini bak mainan bagi anak-anak. Setiap hari, ia masih melihat puluhan orang silih berganti menyambangi toko layang-layang tersebut.

“Apalagi ini musimnya, tambah ramai [pembelinya],” ujar Alex.

Advertisement

Awal Berdiri

Mulyono mengaku awalnya ayahnya, Than Djon Eng, tidak berniat membuka usaha toko mainan di Semarang, seperti layang-layang. Dulunya, ayahnya merupakan guru bahasa Indonesia di sekolah milik etnik Tionghoa. Namun, keadaan pasca-peristiwa G30S PKI memaksa keluarganya melakoni usaha toko mainan.

“Karena kasus G30S PKI dulu, sekolah-sekolah China kan ditutup,” kenang Mulyono.

Orang tua Mulyono pun akhirnya harus banting setir menjadi pengusaha atau berjualan layang-layang untuk tetap menyambung hidup. Pilihannya itu tergolong tepat karena asap dapurnya tetap mengepul walaupun kehilangan pekerjaan sebagai guru.

Advertisement

Mulyono juga menyampaikan jika sebenarnya di Toko Maganol, Semarang, ini tidak hanya menjual layang-layang saja, namun terdapat mainan tradisional lainya. Kendati demikian, yang menjadi menjadi ikon toko tersebut adalah layang-layang dan benang untuk menerbangkan layang-layang.

Sedangkan untuk nama Maganol, Mulyono mengaku nama tersebut diambil dari nomor jalan atau alamat di tokonya. Yakni ruko Pasar Mataram, Nomor 530 atau Lima Tiga Enol.

“Lima itu Ma, tiga itu Ga, dan nol itu Nol. Makanya diberi nama Maganol,” jelasnya.

Advertisement

Mulyono pun mengaku senang bila tokonya disebut-sebut legent atau sering menjadi jujukan ketika musim layangan tiba. Sebab dengan demikian, ia bisa turut serta untuk menjaga mainan tradisional agar eksis dan tetap digandrungi masyarakat Kota Lumpia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif