SOLOPOS.COM - Ilustrasi seorang perempuan menghentikan taksi. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Mobil pribadi yang melayani jasa transportasi umum antarkota marak berkeliaran di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Meski demikian, kendaraan itu masuk dalam kategori angkutan ilegal karena tidak memiliki izin trayek dari Dinas Perhubungan (Dishub) setempat maupun tergabung dalam perusahaan transportasi daring.

Pantauan Solopos.com, angkutan umum luar kota berupa mobil pribadi yang tidak berizin atau ilegal ini banyak beroperasi di Kota Semarang, seperti kawasan Kali Banteng. Tak hanya bersedia melayani jasa transportasi dalam kota, para sopir kendaraan ini bahkan siap untuk mengantar penumpang ke luar kota bahkan lintas provisni.

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

“Kalau anda punya tempat di pertigaan atau dekat jalan raya, sudah bisa buka biro jasa travel antarkota. Tingga koordinasi saja dengan rekan yang punya mobil, [lalu] pasang iklan di media sosial. Gampang!,” ujar seorang pengemudi taksi antarkota di Semarang kepada Solopos.com, Senin (27/2/2023).

Eka terbiasa menerima pesanan antar jemput tujuan luar kota di kawasan Jateng. Lelaki asal Pekalongan bekerja sama dengan seorang agen tiket travel warga Kota Semarang, untuk memberikan layanan antar jemput menggunakan mobil pribadinya.

Sekali angkut, Eka mampu mengangkut hingga enam orang. Ia berangkat dari Pekalongan pada pagi hari dengan membawa penumpang menuju Semarang. Kemudian, pada sore hari, ia membawa pulang penumpang tujuan daerah-daerah di kawasan barat Jateng.

Meski aktivitasnya tersebut dijalani layaknya pengemudi angkutan profesional, Eka mengaku ia belum mengantongi ijin operasional. Ia juga mengakui hal ini sedikit tidak aman lantaran juga tidak mengantongi asuransi kecelakaan.

“Saya lillahi ta’ala saja. Niatnya cari duit buat keluarga,” kilahnya.

Bagi Hasil

Pengemudi lain, Imin, memberikan pengakuan selama ini melayani trayek Wonosobo-Semarang pulang pergi setiap hari tanpa mengantongi legalitas operasional. “Ada beberapa kenalan di setiap kecamatan yang saya lewati sepanjang Wonosobo sampai Semarang. Setiap ada penumpang saya diminta berhenti sesederhana itu,” katanya.

Baik Eka mau pun Imin mengaku, kerja sama yang dijalankan dengan agen tiket hanya sebatas bagi hasil. Maka dari itu keduanya tidak mendapatkan fasilitas seperti makan atau kamar mes.

“Jika saya ingin istirahat, saya berhenti di masjid sejenak untuk salat dan melonggarkan kaki. Sampai pesanan sudah cukup baru saya bergerak lagi,” jelas Eka yang mengaku pemasukannya setiap bulan cukup untuk menghidupi keluarga dan membayar cicilan mobil.

Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang, Endro Pudyo Martanto mengatakan angkutan umum luar kota ilegal wajib mengajukan izin trayek. “Jika tidak ada izin artinya mereka travel gelap. Kalau travel gelap maka pemerintah akan kesulitan mengawasi, termasuk adanya potensi ketidak amanan terhadap penumpang,” tegas Endro.

Sementara dalam situs Dephub.go.id, tertulis beberapa dasar hukum untuk pengadaan izin operasional bagi trayek angkutan umum. Antara lain adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya