SOLOPOS.COM - Keripik daun brayo khas Demak. (Istimewa/Instagram @dorokdokmurah)
Solopos.com, DEMAK — Siapa menyangka camilan yang satu ini terbuat dari daun mangrove, tanaman yang biasa hidup di pinggir laut untuk mencegah abrasi. Namun, jangan salah paham dulu jika makanan ini akan beracun.
Bagian daun yang digunakan juga bukan sembarangan. Brayo atau mangrove yang digunakan adalah mangrove berjenis avicennia atau api-api.
Keripik daun brayo ini merupakan camilan khas Kampung Tambak Sari, Desa Bedono, Sayung, Demak. Lantaran letaknya dekat dengan Makam Syekh Mudzakkir, camilan ini sering dijadikan oleh-oleh para peziarah ketika pulang ke kampung halaman.
Dilansir dari berbagai sumber, daun brayo yang digunakan adalah daun brayo muda. Kemudian, daunnya dicuci bersih lalu dicampur dengan tepung dan bumbu. Terakhir, digoreng hingga berwarna kecokelatan. Berikutnya angkat dan tiriskan.
Dari segi rasa, keripik brayo memiliki rasa asam dan gurih yang berbeda dengan keripik lainnya. Brayo jenis api-api ini mengandung tanin, di mana zat tersebut sebenarnya merupakan zat pertahanan diri api-api dari air garam laut yang masuk bebas ke dalam tubuhnya. Mungkin zat inilah yang membuat sensasi asam di lidah.
Selain daunnya yang bisa dijadikan keripik, warga di Desa Bedono ini juga mengolah bagian buahnya. Untuk mengkonsumsinya perlu direbus dalam waktu tiga jam dan diganti airnya berkali-kali. Olahan buah brayo ini bisa dimakan dengan diberikan parutan kelapa di atasnya.
Keripik ini merupakan salah satu camilan sehat yang aman dikonsumsi segala kalangan. Bahkan rebusan daun brayo dapat diminum untuk mengurangi penyakit gula dan kolestrol. Untuk menikmatinya tak perlu merogoh kocek banyak. Harganya cukup terjangkau, yaitu kisaran Rp1.000-Rp5.000, tergantung ukurannya.