SOLOPOS.COM - Ilustrasi tradisi syawalan Pesta Lomban di Jepara. (Dok. Solopos.com-Adhik Kurniawan)

Solopos.com, JEPARA — Setiap bulan Syawal, masyarakat di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng), akan dimeriahkan dengan aneka tradisi syawalan, salah satunya adalah Pesta Lomban, yang tahun ini digelar Sabtu (29/4/2023). Berikut asal usul Pesta Lomban, sebuah tradisi budaya di Jepara yang digelar sebagai bentuk rasa syukur masyarakat seusai menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh atau Syawalan.

Pesta Lomban, dalam perayaanya selalu dibuka dengan suguhan rebana, dan sebuah tarian tradisional khas masyarakat nelayan, yakni tari Sernemi. Tak hanya itu, properti yang digunakan para penari pun identik ala pesisiran seperti kepis maupun dayung.

Promosi Pelaku Usaha Wanita Ini Akui Manfaat Nyata Pinjaman Ultra Mikro BRI Group

Selain itu, ada juga ritual pelarungan kepala kerbau di laut sehari sebelum acara. Sedangkan bagian tubuh kerbau lainnya akan dimasak dan dibagikan dalam acara makan bersama yang disertai pergelaran wayang kulit di tempat pelelangan ikan (TPI).

Sementara itu, kepala kerbau yang akan dilarung tersebut, tertata rapi dengan perlengkapan adat lain dalam wadah berbentuk miniatur kapal. Ini sebagai simbol syukur dan doa. Berbagai ritual pun terangkai saat itu, di antaranya lantunan ayat suci Al-Qur’an sampai panjatan doa dari pemuka agama setempat.

Setelah seremoni rampung, miniatur kapal diarak dengan iringan penari Sernemi menuju kapal utama pengangkut larungan menuju kapal yang tersandar di TPI Ujungbatu. Lalu, bertolak bersama-sama dari dermaga TPI Ujungbatu menuju laut sebelah selatan Pulau Panjang Jepara.

Pada puncak Pesta Lomban, sesaat usai prosesi larungan, ratusan perahu nelayan seketika merapat ke sekitar area pelarungan. Para nelayan berlomba mendapatkan aneka perlengkapan adat dalam miniatur kapal. Sebagian lain ada yang menimba air dari sekitar lokasi untuk membasuh perahu hingga peranti melaut.

Penolak Bala

Masyarakat Jepara, meyakini jika sedekah laut itu menjadi prosesi ruwatan atau penolak bala. Sebuah tradisi yang bermakna permohonan agar dapat mendatangkan hasil laut yang melimpah, serta keselamatan ketika melaut.

Penjabat (Pj) Bupati Jepara, Edy Supriyanta, menceritakan jika ritual ini konon bermula dari kisah penyelamatan dua pejabat Kadipaten Jepara yang berlayar ke Karimunjawa pada tahun 1855. Mereka berlayar melawan ombak yang ganas hingga akhirnya nyaris tergulung oleh ombak.

“Perahu mereka terombang-ambing karena badai,” terang Edy Supriyanta, seusai prosesi larungan kepala kerbau di TPI Ujungbatu, Sabtu (29/4/2023).

Beruntung, lanjut Edy, Ki Ronggo Mulyo dan Cik Lanang mengetahui peristiwa tersebut dan keduanya segera memberikan pertolongan. Dari peristiwa itu, kemudian diselenggarakan syukuran dengan melarung sesajen ke laut. Larungan tersebut kemudian menjadi sebuah acara tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat dengan nama Lomban.

“Mohon dipertahankan. Lomban ini semoga menjadi tradisi yang lestari,” tuturnya.

Sekadar informasi, setiap terselenggara Pesta Lomban ini selalu menarik banyak perhatian, baik warga setempat, masyarakat sekitar, juga wisatawan. Termasuk pada Festival Kupat Lepat di Pantai Kartini yang digelar usai prosesi larungan.

Agenda pada momen Syawalan itu bahkan tercatat dalam jurnal Hindia Belanda yang terbit pada tahun 1868 bernama Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië. Artikel tersebut berjudul Het Loemban Feest Te Japara atau Kegiatan pada Lomban di Jepara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya