SOLOPOS.COM - Tradisi Apitan di Kabupaten Deman, wujud syukur atas hasil bumi yang melimpah (Sumber: Demakkab.go.id)

Solopos.com, DEMAK — Beragam tradisi biasanya digelar menjelang Hari Raya Iduladha tiba. Salah satunya adalah tradisi Apitan yang biasanya digelar oleh masyarakat Jawa, terutama di daerah Semarang, Demak, Grobogan, dan sekitarny.

Tradisi Apitan ini biasanya dimeriahkan dengan pagelaran wayang kulit, ketoprak, dan kesenian lainnya. Hal ini juga sebagai wujud pelestarian budaya Jawa yang dimulai oleh Sunan Kalijaga saat berdakwah menyebarkan agama Islam.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Dilansir dari manyaran.semarangkota.go.id, Apit merupakan nama bulan sebelum bulan Besar dalam penanggalan Jawa. Beberapa desa di Jawa Tengah merayakan bulan Apit ini dengan sebutan Apitan. Tradisi Apitan sering disebut juga bersih desa. Bagi kalangan masyarakat Jawa, tradisi Apitan sering juga disebut sebagai sedekah bumi. Hal ini sangatlah lumrah karena ritual tersebut dilakukan setiap tahun, tepatnya pada bulan Apit dalam kalender aboge, atau bertepatan dengan bulan Dzulqo’dah dalam penanggalan hijriyah.

Dilansir dari pariwisata.demakkab.go.id, belum ada sumber pasti siapa yang memulai tradisi ini. Akan tetapi, tradisi ini diyakini mulai dikenalkan pada masa penyebaran Islam di Tanah Jawa oleh para Wali Songo sekitar 500 tahun lalu.

Tradisi Apitan ini merupakan modifikasi tradisi Hindu yang ada sebelumnya. Unsur religius keislaman pada budaya memang sengaja dilakukan para wali pada zaman dahulu karena dinilai efektif untul masyarakat Jawa agar berbondong-bondong memeluk Islam. Kendati demikian, para wali tidak menghapus sisi estetika budaya asli itu sendiri.

Makna filosofis tradisi ini adalah manusia tercipta dari tanah yang merupakan bagian dari unsur bumi, kemudian hidup juga di atas bumi, makan dan minum dari tetumbuhan juga makhluk yang mengonsumsi unsur tanah, dan kelak saat manusia itu matipun akan kembali ke bumi. Makna ini bisa juga diungkapkan seperti manusia jika ingin selamat dalam hidup di dunia dan kelak saat sudah mati, maka mereka tidak boleh meninggalkan salat, karena merupakan kewajiban bagi orang Islam. Apalgi jika salat dilakukan secara berjemaah, karena berjemaah mengajarkan nilai-nilai kerukunan dengan tetangga dan sebagai sebuah gerakan bersatunya umat Islam.

Selain itu, tradisi Apitan juga memiliki makna yang sangat dalam yakni sebagai wujud ungkapan syukur warga terhadap nikmat yang telah diberikan tuhan Yang Maha Esa, apalagi tradisi ini merupakan sedekah bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya