SOLOPOS.COM - Ilustrasi pertunjukan cowongan di Cilacap. (Cilacapkab.go.id)

Solopos.com, BANYUMAS – Kemarau panjang akibat fenomena El Nino melanda sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah (Jateng). Kemarau panjang ini pun kerap disikapi masyarakat dengan menggelar ritual agar hujan segera turun untuk mengatasi kekeringan. Nah, di Banyumas ada satu ritual atau tradisi yang sudah berkembang sejak dulu untuk meminta turun hujan, yakni cowongan.

Dilansir dari laman warisanbudaya.kemendikbud.id, tradisi cowongan dulunya kerap digelar para petani di Banyumas untuk meminta hujan agar hasil panennya berlimpah. Secara khusus, ritual ini digambarkan sebagai sebuah ritual untuk meminta bidadari agar turun ke bumi membawa hujan.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Secara harafiah, cowongan berasal dari kata cowang-coweng yang dapat diartikan sebagai corat-coret di muka cowong. Cowong merupakan boneka yang dibuat dari tempurung kelapa dan diberi baju dari jerami, rumput, daun, atau kain. Boneka ini kemudian didandani seperti wanita sebagai lambang perwujudan bidadari. Boneka bidadari ini kemudian dicorat-coret dengan kapur sirih.

Dalam perkembangannya, ritual ini kemudian berubah menjadi seni pertunjukan yang tetap menggunakan aspek-aspek ritual memanggil hujan. Meskipun seringkali pertunjukan cowongan di Banyumas dikolaborasi dengan kesenian tradisional lainnya, namun kesan magis dari ritual ini tetap kuat keberadaanya. Hal ini tidak lepas dari peralatan, tata cara dan mantra yang diucapkan selama pelaksanaan ritual cowongan.

Tradisi cowongan ini pun sangat populer di kalangan masyarakat Banyumas dan sekitarnya. Bahkan, ritual atau tata cara tradisi cowongan di setiap daerah di Banyumas Raya berbeda-beda. Meski demikian, tujuan tradisi cowongan ini tetap sama, yakni memohon turunnya hujan pada saat musim kemarau panjang.

Oleh karenanya, tidak setiap tahun tradisi cowongan ini digelar. Bahkan sejak tahun 2006 hingga 2015, tradisi cowongan baru sekali digelar di wilayah Kabupaten Cilacap. Uniknya, tradisi cowongan ini digelar bukan hanya sebatas melakukan ritual. Tradisi ini digelar juga dengan diiringi kesenian yang khas dan menarik, dengan diiringi musik dan tari.

Dilansir dari cilacapkab.go.id, tradisi cowongan juga sempat digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap saat merayakan hari jadi ke-167 kabupaten terluas di Jateng itu. Menurut Penjabat (Pj) Bupati Cilacap, cowongan merupakan tradisi masyarakat Banyumas dan sekitarnya yang perlu dilestarikan agar tidak punah tergerus perkembangan zaman.

“Saya kepingin nguri-uri budaya, melestarikan budaya Cilacap. Dan untuk masyarakat Cilacap, ayo cintai budaya Cilacap. Harapan saya, kalau anak-anak muda, anak-anak kecil mengerti budaya Cilacap, maka akan ada nilai-nilai baik yang diajarkan lalu kita bisa mensyukuri anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa,” tutur Yunita Dyah Suminar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya