SOLOPOS.COM - Deretan candi di Dieng, Wonosobo. (Wikipedia)

Solopos.com, WONOSOBO — Provinsi Jawa Tengah (Jateng) selama ini dikenal dengan julukan provinis seribu candi. Hal ini menyusul banyaknya candi di provinsi tersebut, yang tersebar di berbagai daerah, salah satunya di Dieng, Kabupaten Wonosobo.

Kompleks candi di Dieng mayoritas merupakan candi Hindu. Minimnya informasi menjadikan candi ini menyimpan pesona bagi masyarakat dan wisatawan karena dianggap penuh misteri. Bagaimana candi ini dibangun dan apa tujuannya, hingga kini masih penuh dengan tanda tanya.

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

Dilansir dari id.wikipedia.org, deretan candi yang ada di Dieng ini kali pertama ditemukan seorang tentara Inggris yang tengah berwisata pada tahun 1814 silam. Kala itu, tentara itu melihat reruntuhan bangunan yang terendam air di danau.

Hingga pada tahun 1856 akhirnya ada upaya pengeringan air danau yang dipimpin langsung oleh Isidore van Kinsbergen. Kumpulan candi berusaha dibersihkan dan dikeringkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1864.

Tidak bisa dipastikan secara pasti bagaimana sejarah dari situs ini. Tidak ada prasasti atau peninggalan yang valid menyebutkan cerita secara keseluruhan. Namun situs yang terletak di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut ini diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-8 Masehi hingga awal abad ke-9.

Dalam buku The Indianized States of Southeast Asia (1968) suntingan George Coedès dan Walter F. Vella disebutkan bahwa bangunan-bangunan keagamaan yang ada di pegunungan Dieng tersebut berasal dari Kerajaan Kalingga (594-782 M).

Kompleks candi di Dieng ini terdiri dari delapan 8 bangunan. Para ahli memperkirakan bahwa candi di Dieng dibangun melalui dua tahap. Tahap pertama meliputi Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, dan Candi Gatotkaca, diperkirakan dilakukan akhir abad 7 hingga abad 8. Pembangunan berlanjut pada tahap kedua sampai sekitar tahun 780.

Nama sebenarnya dari candi tersebut, sejarah, dan raja yang bertanggung jawab atas pembangunan candi-candi ini tidak diketahui. Hal ini dikarenakan kelangkaan data dan prasasti yang menjelaskan terkait pembangunan candi-candi ini. Penduduk setempat menamakan setiap candi itu sesuai dengan tokoh wayang Jawa atau diambil dari epos Mahabarat.

Kompleks candi Dieng terbagi menjadi 3 kelompok gugusan candi-candi dan dengan satu candi yang berdiri sendiri. Candi-Candi tersebut dinamakan dengan mengadopsi nama-nama dari tokoh atau istilah dalam epos Mahabarata. Tiga kelompok candi tersebut adalah kelompok Arjuna, kelompok Gatotkaca, dan kelompok Dwarawati, dan satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.

Pengaruh Hindu

Candi Bima yang dibangun sekitar abad ke-7 masih menunjukkan pegaruh Hindu yang kuat. Meskipun masih terpengaruh gaya India, namun hal itu menjadi satu keistimewaan yang dimiliki oleh Candi Bima, karena sampai saat ini gabungan dua gaya itu hanya dijumpai pada candi tersebut. Sayangnya keterawatan Candi Bima cukup mengkhawatirkan karena pengaruh uap belerang menyebabkan batu-batu penyusun candi menjadi sangat rapuh.

Candi Arjuna dibangun sezaman dengan Candi Bima dan juga menunjukkan pengaruh Hindu yang masih kental. Keistimewaan yang dapat dilihat di Candi Arjuna adalah adanya spout makara di bawah relung dinding sisi utara. Makara tersebut berfungsi untuk mengalirkan air atau cairan lain yang dituang pada lingga yang berada di atas lapik di dalam bilik utama.

Candi Semar juga dibangun pada abad 7-8 M dan menunjukkan pengaruh India atau Hindu. Candi ini mengambil bentuk bangunan mandapa yang berfungsi sebagai tempat pada peziarah dalam acara festival.

Candi-candi yang dibangun kemudian seperti Candi Srikandi, mulai memunjukkan gaya lokal dengan mulai terlihatnya relung di tubuh candi dan menara atap. Perkembangan gaya selanjutnya dapat dirunut melalui Candi Puntadewa, Candi Sembadra, dan Candi Dwarawati relung dan menara atap semakin terlihat jelas. Sedangkan gaya lokal Dieng ditunjukkan oleh Candi Gatutkaca dengan relung yang sangat tegas dan atap yang menyatu dengan bangunan.

Candi-candi lain seperti Candi Parikesit, Candi Antareja, Candi Nakula, dan Candi Sadewa sekarang hanya tinggal nama saja atau tinggal berupa pondasi candi. Namun, Candi Setyaki yang terletak di dekat Kompleks Candi Arjuna pada tahun 2008 mulai dipugar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya