SOLOPOS.COM - Para penari prajuritan saat tampil dalam acara Merti Desa Kopeng, Getasan, Semarang. (Solopos.com – Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Belasan pria dengan gagah masuk ke lapangan utama Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Para pria gagah itu mengenakan blangkon dan jarit. Selain itu juga membawa pecut, tombak, pedang dan peluit.

Alunan musik tradisional mengiringi langkah kaki para penari. Musik dimainkan seperti halnya genderang mau perang. Memainkan ritme yang senada dan berulang-ulang. Menarik dan membuat orang yang menonton terkesima.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

Begitu lah gambaran awal tari Prajuritan. Salah satu tarian khas dari Kabupaten Semarang, khususnya daerah lereng Gunung Merbabu.

Tarian itu telah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak 2019. Pemkab setempat telah melakukan berbagai upaya untuk melestarikan kesenian rakyat ini.

Baca Juga: Kantor Desa di Bantul Diserang, Diduga Kades Tak Kunjung Penuhi Janji Politik

Dimainkan oleh 17 orang, para penari berperan sebagai tokoh yang berbeda-beda. Satu orang sebagai pemimpin pasukan dinamakan Wirayudha, yang menggunakan pakaian berwarna ungu cerah. Selain itu memegang komando dengan peluit di tangannya.

tari prajuritan semarang
Para penari prajuritan saat tampil dalam acara Merti Desa Kopeng, Getasan, Semarang. (Solopos.com – Hawin Alaina)

Setiap satu tiupan ada arti tersendiri. Wirayudha sebagai komandan, perannya cukup sentral dan didukung dengan karakter yang cukup angkuh. Menandakan percaya diri sebagai pemimpin yang bersiap untuk perang.

Kemudian terdapat dua pasukan dengan dua penari di depannya yang disebut Manggalayudha. Posisi ini perannya sebagai komandan masing-masing barisan. Tak ketinggalan, dua Bekathik selalu siaga di belakang barisan.

Baca Juga: 10 Hari Hilang, Pelajar SMK Semarang yang Terseret Ombak Parangtritis Ditemukan

Sekitar 30 menit, para penari yang berasal dari kelompok seni Krido Manggolo Yudho, memperagakan tarian yang terinspirasi dari gerakan latihan prajurit dari Pangeran Sambernyawa yang mendirikan barak di sekitar wilayah Getasan.

Cerita Pasukan Sambernyawa

Cerita prajurit Pangeran Sambernyawa ini berawal saat terjadinya perjanjian Salatiga. Membagi wilayah Keraton Surakarta dan berdirinya Mangkunegaran. Saat perundingan berlangsung, pasukan berada di sekitar Salatiga dan siap sedia untuk membela pemimpinnya.

Pangeran Sambernyawa mendirikan barak di sekitar wilayah Getasan. Pada saat yang sama, pemuda sekitar yang melihat latihan pasukan Sambernyawa kemudian mengikuti gerakan itu. Sembari bekerja di perkebunan, mereka menyesuaikan gerakan dengan tempatnya berada.

Agus Jumari, salah seorang pelestari tarian Prajuritan dari kelompok seni Krido Manggolo Yudho, memaparkan sejak 1969, Tari Prajuritan telah berkembang di dusunnya, yakni Dusun Kasiran, Kopeng, Getasan.

Baca Juga: Jawa Tengah Jadi Pengekspor Utama Komoditas Pertanian

“Dulu kami juga pernah lomba di Jakarta tahun 1985 dan menang untuk tingkat nasional,” bebernya kepada Solopos.com, Minggu (28/8/2022).

Agus menjelaskan musik pengiring tarian juga menggunakan alat yang sederhana. Seperti kendang, empat buah saron, dan bedug. Sebagai warisan budaya tak benda, para pemuda di dusunnya juga antusias untuk turut melestarikan Tari Prajuritan. Sehingga mayoritas penari Tari Prajuritan adalah kalangan muda. Saat ini tarian itu semakin dikenal masyarakat.

“Malah lebih dari maju, karena pemerintah sering mengundang setiap ada event. Meski selama hampir dua tahun, sempat sepi, libur,” ungkapnya.

Tari Prajuritan juga kerap dimainkan saat kegiatan lokal, seperti merti dusun atau bersih dusun.

Baca Juga: Wasabi Asal Jawa Tengah Diekspor Mahal ke Jepang

“Nanti ramai waktu Saparan [bulan Safar],” tandasnya.

Pantauan Solopos.com saat menyaksikan Tari Prajuritan penonton terlihat sangat antusias. Menunggu penampilan Tari Prajuritan. Ratusan orang mulai dari anak kecil sampai tua semuanya diam dan mata tertuju pada para penari.

Iringan musik seperti perang membuat atmosfir semakin semangat. Para penari memperagakan dengan lincah seolah sudah siap bertempur dengan lawan. Pemimpin pasukan dengan gagah dan terlihat angkuh menambah elok tarian. Selama 30 menit tarian, kita akan dibawa untuk mengingatkan sejarah di masa kerajaan zaman dahulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya