SOLOPOS.COM - Masjid Saka Tunggal Banyumas. (Nu.or.id)

Solopos.com, BANYUMAS — Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), memiliki sebuah tradisi yang sudah digelar secara turun temurun, yakni Jaro Rojab atau Ganti Jaro. Seperti apakah tradisi Jaro Rojab di masjid yang konon diyakini sebagai masjid tertua di Indonesia itu?

Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, dipercaya sebagai masjid tertua di Indonesia. Hal ini dikarenakan masjid tersebut dipercaya dibangun pada tahun 1288, atau sebelum era penyebaran Islam oleh Walisongo. Selain itu, masjid ini juga dipercaya sudah ada sebelum Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1294.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Dilansir dari visitjawatengah.jatengprov.go.id, Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak, Banyumas, memiliki sebuah tradisi kuno berupa Jaro Rajab. Tradisi ini merupakan ritual penggantian jaro atau pagar yang berlangsung sejak pagi hingga siang hari.

Sehari sebelum acara dilakukan sarasehan, kemudian sesudahnya diselenggarakan slametan. Tradisi ini dilakukan di kompleks Masjid Saka Tunggal Cikakak dan Makam Kiai Toleh atau Mustolih di Desa Cikakak Kecamatan Wangon, Banyumas, Jawa Tengah(Jateng).

Dilansir dari berbagai sumber, menurut perhitungan Jawa Alip Rebo Wage (Aboge), sejak turun temurun, tradisi penggantian pagar bambu ini dilaksanakan setiap tanggal 26 bulan Rajab. Biasanya sebelum acara dimulai, juru kumci mengadakak ziarah ke kompleks makam Kiai Toleh. Kemudian akan ada orang yang lebih dulu memulai melepas dan mengganti jaro lama dengan jaro baru. Bagian jaro yang diganti terlebih dulu berada di bagian atas, kompleks Makam Kiai Toleh dan makam lainnya. Dari kompleks makam inilah kemudian penggantian pagar bambu dilaksanakan menurun ke lokasi sekitar Masjid Saka Tunggal dan rumah tiga juru kunci setempat.

Jika para lelaki biasanya sibuk mengganti pagar, para wanita juga turut serta sowan (menghadap) ke rumah juru kunci untuk mengantar, memasak dan menyajikan makanan selamatan. Warga terbiasa membawa berbagai makanan untuk menyumbang kegiatan ini. Setelah mengganti jaro, mereka makan bersama sebagai bagian dari berdoa untuk keselamatan. Setelah penggantian pagar dan doa bersama selesai, warga pulang membawa nasi berkat atau makanan yang sudah didoakan dari rumah juru kunci. Uniknya di masa lampau, makanan biasanya masih dibungkus dengan daun jati.

Di masa lampau hingga sekarang, Jaro Rojab juga masuk dalam event wisata budaya Jawa Tengah dan merupakan ritual sakral. Hingga ada kepercayaan berkembang jika saat mengganti pagar, maka pelaku harus menjalankan laku bisu atau diam. Tradisi ini tak semata-mata merupakan aktivitas fisik bagi warga tetapi juga sebagai laku batin bagi pelakunya.

Konon Jaro merupakan kependekan dari jasmani dan rohani. Jaro rojab ini juga merupakan sarana agar selalu menjaga jasmani rohani manusia agar dapat menghindar dari larangan- larangan agama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya