Jateng
Kamis, 21 April 2022 - 12:36 WIB

Misteri Kamar Pingit Kartini, Saksi Bisu Perjuangan di Jepara

Yesaya Wisnu  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi Kamar Pingit RA. Kartini (Facebook/Bowo Coydancer)

Solopos.com, JEPARA —  Salah satu kesedihan RA. Kartini semasa hidupnya adalah saat dia harus dipingit atau dikurung di dalam sebuah kamar pingit dan dibatasi ruang geraknya. Namun saat dipingit itulah, RA. Kartini menulis segala pemikiran dan perasaannya.

Ruang pingit ini masih ada di bangunan rumah Adipati Jepara yang berada di satu kompleks dengan Pendopo Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Berdasarkan penelusuran Solopos.com, Rabu (20/4/2022), kamar pingit Kartini berada di sisi belakang pendopo. Jika ingin melihat ruang tersebut, harus melewati ruang kediaman yang dikhususkan untuk adipati saat itu.

Advertisement

Dinding bagian luar dari kamar pingit kini dilapisi kertas tembok yang bercorak dan terdapat lukisan besar potret diri RA. Kartini yang terpampang di sebelah kanan dinding luar. Terdapat juga lampu gantung atau chandelier yang bersinar menerangi ruangan yang berukuran 6×5 meter. Di sisi kiri, terdapat sebuah ranjang kayu yang berukir tanpa kasur. Di ranjang tersebut, terdapat alat membatik, tempat jamu, dan beberapa lukisan.

Baca juga: Hartono Bersaudara, 2 Konglomerat Dunia Asal Kudus

Sementara di bagian kanan, terdapat meja belajar, almari, dan beberapa lukisan besar yang digantung di dinding. Tidak ada kesan menyeramkan bak penjara seperti yang dikemukakan oleh Kartini melalui tulisan tangan di surat-suratnya. Kemungkinan, makna ‘menyeramkan’ adalah bentuk ungakapan rasa kekecewaannya karena tidak dapat melanjutkan sekolah dan ruang geraknya dibatasi.

Advertisement

Kartini Dipingit Saat Usia 12 Tahun

Budayawan sekaligus Ketua Yayasan Indonesia menyebut waktu dipingit, Kartini berusia 12 tahun. Diceritakan saat itu Kartini sedang senang belajar namun ayahnya, RM Adipati Aria Sosroningrat menentang dan memaksa Kartini harus menjalani tradisi pingitan sampai ada lelaki yang mau melamarnya.

Di masa itulah, kamar pingit menjadi saksi bisu penderitaan batin Kartini. Dalam surat korespondennya dengan sahabat penanya di Belanda, Stella Zeehandelaar, Kartini mengibaratkan kamarnya sebagai penjara. Bahkan konon, Kartini seringkali membentur-benturkan badannya ke pintu. Dia merasa tertekan lantaran tidak bisa melanjutkan bersekolah ke Hogore Burger Scholl (HBS).

Baca juga: Kupat Jembut Semarang Jadi Rebutan Tiap Lebaran

Advertisement

Seiring berjalannya waktu, Kartini mulai membiasakan diri dengan kultur pingitan. Meskipun tidak bisa keluar dari kompleks pendopo, pemikirannya berkembang karena dia suka membaca. Kartini sendiri banyak mendapat suplai buku dari kakanya, Sosrokartono yang seorang cendikiawan dan koleksi bacaan ayahnya. Hal inilah yang mempengaruhi pemikiran perempuan yang lahir di Mayong, 21 April 1979 tentang gagasannya mengenai emansipasi pendidikan bagi perempuan.

Kartini selesai menjalani tradisi pingitan pada usia 24 tahun dan kemudian diperistri oleh Adipati Rembang bernama Ario Singgih Djojo Adhiningrat Kartini meninggal setelah melahirkan anaknya yang pertama, Soesalit pada 17 September 1904.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif