Jateng
Senin, 24 Juli 2017 - 22:50 WIB

MUI Semarang Tolak Lima Hari Sekolah

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Massa dari KMPP menggelar long march menuju kantor Gubernur Jateng di Jl. Pahlawan, Semarang, Jumat (21/7/2017). Mereka melakukan aksi untuk menyuarakan aspirasi terkait penolakan kebijakan lima hari sekolah atau full day school. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

MUI Semarang menolak sistem lima hari sekolah atau full day school yang diwacanakan pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Semarangpos.com, SEMARANG — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Semarang, Senin (24/7/2017), tegas menyatakan tidak menyetujui dengan program lima hari sekolah atau full day schoolyang diwacanakan pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Advertisement

Menurut MUI Semarang, sistem belajar lima hari sekolah atau full day school itu mengancam keberadaan lembaga pendidikan agama nonformal. “Selama ini, lembaga pendidikan agama Islam inilah yang mampu menjadikan perubahan karakter bangsa dengan baik,” kata anggota Komisi Pendidikan MUI Kota Semarang M. Rikza Chamami di Kota Semarang.

Menurut dia, lima hari sekolah tidak akan bermakna sebagai pendidikan karakter jika berakibat gulung tikarnya madrasah diniyah, taman pendidikan Alquran (TPQ), dn pondok pesantren. Untuk itu, kata dia, pemerintah pimpinan Presiden Jokowi melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mestinya berkoordinasi lintas kementerian mengenai penerapan kebijakannya, termasuk lima hari sekolah.

“Jangan sampai ada niat mematikan lembaga pendidikan. Hasilnya akan menjadi tidak baik,” kata pengajar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang itu.

Advertisement

Niat baik membangun pendidikan karakter, kata dia, jangan sampai ternodai dengan cara-cara yang kurang baik, seperti mengakibatkan tutupnya lembaga pendidikan agama yang bersifat nonformal. “Lebih baik tetap enam hari sekolah dengan menata pola pendidikan karakter yang lebih baik, seperti model pesantren, di antaranya penanaman tata krama atau sopan santun,” kata Rikza.

Sementara itu, Ketua MUI Kota Semarang Prof Erfan Soebahar menegaskan umat Islam perlu diberikan solusi terbaik mengenai kebijakan jam sekolah yang bisa melegakan semua pihak. “Artinya, yang paling utama perlu diperhatikan adalah pemanfaatan waktu sehat dan porsi waktu mingguan dalam mencari ilmu,” kata Guru Besar UIN Walisongo Semarang tersebut.

Kebijakan lima hari sekolah yang mengharuskan siswa dari pagi hingga sore di sekolah, kata dia, harus dikaji secara serius dan jangan sampai menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. “Butuh kerja sama yang baik antara pendidik dan peserta didik agar ruang pembelajaran bisa kondusif. Penataan waktu sekolah tidak hanya memikirkan siswa perkotaan, tetapi juga pelosok desa,” katanya.

Advertisement

Diakuinya, siswa memang perlu diberikan solusi waktu belajar sesuai kemampuan, disertai dengan variasi-variasi pengajaran agar tidak bosan yang tidak harus dalam lima hari sekolah. “Kalau memang kebijakan lima hari sekolah berpotensi menutup lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah diniyah, TPQ, dan ponpes, sebaiknya tidak dilanjutkan,” katanya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif