SOLOPOS.COM - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi alias Hendi. (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Pasar tradisional di Kota Semarang yang dijadikan objek proyek revitalisasi akhirnya menempatkan pedagang sebagai pihak yang terkalahkan.

Semarangpos.com, SEMARANG — Pasar-pasar tradisional di Kota Semarang menjadi objek proyek revitalisasi sepanjang masa pemerintahan Wali Kota Hendrar Prihadi dan Wakil Wali Kota Hevearita Gunaryanti Rahayu. Sayangnya, tatkala terjadi sengketa antara pedagang dan pemerintah kota terkait revitalisasi pasar itu, para pedaganglah yang terpojok.

Promosi Kirana Plus, Asuransi Proteksi Jiwa Inovasi Layanan Terbaru BRI dan BRI Life

Kondisi tersebut tampak nyata pada revitalisasi pasar tradisional Rejomulyo. Setelah terjadi sengketa yang dipicu kurangnya komunikasi pemerintah daerah saat merencanakan revitalisasi sehingga spesifikasi pasar tersebut tak sesuai kebutuhan pedagang, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi alias Hendi memilih jalan memaksakan kehendaknya sebagai penguasa kota.

Sebagaimana dikutip Kantor Berita Antara, Selasa (24/1/2017), Wali Kota Hendi menegaskan pedagang ikan segar di Pasar Rejomulyo pasti dipindahkan ke pasar hasil revitalisasi pemerintahannya. Alasannya, bangunan pasar tersebut segera ia bongkar. “Pembongkaran sifatnya pasti karena ada kegiatan proyek pembuatan ruang terbuka hijau [RTH]. Kalau sudah waktunya dilakukan, harus dibongkar,” katanya di Semarang, Selasa.

Hendi dalam publikasi yang disebarluaskan Antara menegaskan tenggat waktu bagi pedagang ikan basah untuk pindah dari Pasar Rejomulyo lama ke Pasar Rejomulyo baru sesuai target Dinas Perdagangan Kota Semarang. Sesuai target itu, katanya, sembilan pasar tradisional di Kota Semarang harus sudah diisi dan dioptimalkan pedagang paling lambat 25 Januari 2017.

Tenggat waktu itu berlaku tak terkecuali bagi pedagang Pasar Rejomulyo lama atau biasa disebut Pasar Kobong yang diisi oleh pedagang berbagai komoditas, mulai ikan asin, bumbu-bumbuan, dan ikan segar. Seluruh pedagang di Pasar Rejomulyo lama pada 25 Januari 2017 itu diharuskan Hendi telah menempati pasar baru, kecuali pedagang ikan basah, meskipun nantinya mereka nantinya pasti juga diwajibkan pindah.

“Sesuai kesepakatan, sebenarnya pedagang ikan basah sudah pindah September 2016. Tetapi, mereka meminta lantai dan kekurangannya diperbaiki dulu dan sudah dilakukan,” katanya.

Setelah perbaikan yang menelan anggaran sekitar Rp200 juta, kata dia, para pedagang ikan basah ternyata menawar lagi sehingga kembali mundur kepindahannya hingga sekarang ini. “Jadi, kalau ini dibiarkan terus, saya rasa juga akan jadi preseden buruk buat kami. Kenapa, karena akhirnya kalah sama dengan demo. Kebijakan ini tidak akan berjalan,” katanya.

Sebagai bagian dari masyarakat yang mau bersinergi dengan pemerintah, kata dia, semestinya pedagang masuk dulu ke pasar, kemudian kekurangan-kekurangan yang ada diperbaiki. “Ruang terbuka hijau (RTH) itu kan untuk kebaikan masyarakat dan kepentingan juga sudah diakomodasi. Mestinya, pedagang mau pindah. Tidak perlu ada ‘otot-ototan’,” pungkas Hendi.

Sebelumnya, perwakilan Paguyuban Pedagang Ikan Basah dan Pindang (PPIBP) Pasar Rejomulyo Mujiburrohman mengatakan pedagang bukan tidak mau pindah, tetapi fasilitasnya dibenahi dulu. “Kami ini pedagang skala grosir, namun luasan lapaknya malah dikecilkan. Di lokasi lama, luasan lapak kami sampai 40 meter persegi, di pasar baru hanya 20 meter persegi,” katanya.

Demi memperjuangkan aspirasi mereka, Senin (23/1/2017), pedagang ikan segar Pasar Rejomulyo juga mendatangi Balai Kota Semarang untuk beraudiensi sekaligus aksi damai dengan membagi-bagikan ikan kepada masyarakat.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya