Jateng
Rabu, 15 Oktober 2014 - 17:50 WIB

PEMBANGUNAN PLTU BATANG : Komnas HAM Minta Pemerintah Setop Pembebasan Lahan Milik Warga

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembangkit tenaga listrik tenaga uap (JIBI/Solopos/Antara)

Ilustrasi/Antara

Kanalsemarang.com, SEMARANG – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengeluarkan rekomendasi penghentian proses pembebasan tanah dan pemindahan lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, kepada pemerintah pusat karena telah terjadi pelanggaran hak asasi warga setempat.

Advertisement

“Kami sudah dua kali keluarkan rekomendasi telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia di Batang dan menyarankan untuk berhenti saja serta mencari lokasi lain yang tidak bermasalah,” kata Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi seperti dikutip Antara, Rabu (15/10/2014).

Hal tersebut disampaikan Dianto seusai bertemu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo beserta jajaran Kodam IV/Diponegoro, Polda Jateng, PT PLN, Pemerintah Kabupaten Batang untuk membahas perkembangan proyek pembangunan PLTU.

Ia mengungkapkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama proses pembebasan tanah yang terkena proyek pembangunan PLTU Batang itu antara lain, adanya intimidasi, sanksi kekerasan, hak informasi yang tidak terpenuhi, kenyamanan hidup dan ketenangan kehidupan sosial yang berkurang, serta terabaikannya hak-hak ekonomi warga.

Advertisement

“Kami melihat hak-hak warga terabaikan dalam banyak hal atau kurang dipenuhi, walaupun ada beberapa yang dipenuhi tapi tidak optimal sehingga rasa keadilan atas haknya menjadi terganggu,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa PLTU Batang bukan merupakan proyek pemerintah, melainkan proyek yang diimplementasikan dengan skema “public private partnership” yang artinya adalah proyek investasi swasta dimana pemerintah ikut menyertakan modal dalam bentuk lahan.

“Jadi proyek ini bisa dikatakan sebagai proyek kepentingan umum tapi hampir 60 persen pembebasan tanahnya dilakukan oleh swasta dan ini agak membingungkan karena bisa menimbulkan persoalan hukum yang seharusnya menkadi pertimbangan pemerintah pusat,” ujarnya.

Advertisement

Menurut dia, ada dua hal yang menjadi perhatian Komnas HAM pada pembangunan PLTU Batang yakni situasi tidak pasti apakan proyek ini akan dilanjutkan atau tidak dan adanya intimidasi pada proses pembebasan tanah yang tersisa sekitar tujuh hektare.

“Adanya ketidakpastian tersebut membuat kehidupan masyarakat setempat menjadi lebih tidak nyaman lagi,” katanya.

Seharusnya, kata dia, pemerintah pusat bisa melakukan evaluasi bahwa proyek pembangunan PLTU Batang ini sudah sangat berat untuk dilanjutkan, namun yang terjadi sekarang justru pemerintah memberikan kewenangan kepada PT PLN untuk mengambil alih proses pembebasan tanah dengan skema baru berdasarkan Undang-Undang pengadaan tanah untuk kepentingan umum,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif