SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban pemerkosaan. (Freepik)

Solopos.com, SEMARANG — Kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang dilakukan enam remaja di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Jateng), yang viral di media sosial (medsos) karena sempat diselesaikan secara mediasi atau kekeluargaan mematik reaksi dari sejumlah kalangan, salah satunya dari LBH APIK Semarang.

Direktur LBH APIK Semarang, Raden Ayu Hemawati, menilai penyelesaian kasus kekerasan seksual atau pemerkosaan secara mediasi sangat membahayakan bagi hidup korban maupun perempuan lainnya. Hal itu dikarenakan penyelesaian kasus kekerasan seksual di luar pengadilan tidak akan membuat efek jera pelaku dan berpotensi mengulangi perbuatan buruknya.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

“Kami menolak sekali penyelesaian kasus dengan mediasi atau kekeluargaan. Karena tak memberikan efek jera pada pelaku. Sekaligus menjadi contoh buruk penyelesaian kasus di masyarakat,” Ayu kepada Solopos.com, Rabu (18/1/2023).

Penyebab menjadi contoh buruk, terang Raden, karena penyelesaian secara mediasi bisa membuat masyarakat berfikir bila kasus kekerasan seksual adalah kasus biasa dan bukan luar biasa. Oleh karenanya, penyeleisaian kasus kekerasan seksual terus berulang dengan cara mediasi dan itu bisa membuat kemunduran negara dalam memberikan perlindungan.

“Ini [kekerasan seksual] kejahatan luar biasa. Karena menghilangkan dan merendahkan martabak seseorang. Bahkan bisa sampai memberi trauma seumur hidup pasca-kejadian. Kalau ini [mediasi] terus terjadi, bisa menjadi langkah kemunduran negara,” jelasnya.

Secara Hukum

Terkait kabar pihak keluarga korban yang diminta sekaligus diancam mendatangani materai Rp10.000 dengan perjanjian aagar tak melapor dan kasus selesai, Ayu menilai hal itu tak bisa dibenarkan. Hal itu dikarenakan dalam kasus kekerasan seksual tidak ada kata lain harus diselesaikaan secara hukum dan bukan kekeluargaan.

“Dalam aturan Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak kekerasan seksual, baik negara, masyarakat, lembaga, siapa pun yang mengetahui, wajib hukumnya melakukan laporan ke kepolisian. Sehingga, ketika ada surat perjanjian atau mediasi yang terlanjur dilakukan, itu tidak sesuai dengan ketentuan pasal. Jadi tak ada mandat proses diselesaikan secara mediasi tanpa meniadakan proses hukuman bagi pelaku. Mediasi hanya sebatas ganti rugi,” bebernya.

Lebih dari itu, pemangku kebijakan setempat pun diminta peka terhadap korban kekerasan seksual. Sebab, selama ini dari catatan LBH APIK masih banyak korban kekerasan seksual yang tak diperhatikan hingga tuntas.

“Apalagi kasus di Brebes ini menimpa anak dibawah umur. Jadi selain pemulihan psikologis, hak pendidikan harus terjamin. Karena catatan kami, korban kekerasan seksual usia anak, kehilangan kepercayaan melanjutkan sekolah, apalahi setelah viral di media sosial. Masyarakat juga jangan memberikan stigma buruk kepada korban kekerasan seksual,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Enam pelaku pemerkosaan gadis di bawah umur di Kabupaten Brebes, Jateng telah ditangkap anggota Satreskrim Polres Brebes, Selasa (17/1/2023) sore. Sebelum tertangkap, mereka sempat berupaya melakukan penyelesaian melalui jalur kekeluargaan secara mediasi dengan bantuan kepala desa setempat dan LSM setempat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya