SOLOPOS.COM - Ilustrasi demonstrasi buruh di Semarang (JIBI/Solopos/Antara/Rekotomo)

Tenaga kerja, yakni para buruh pabrik garmen mengadukan nasibnya ke DPRD Kota Semarang.

Semarangpos.com, SEMARANG – Ratusan buruh pabrik garmen, PT Mulya Garmindo, Selasa (4/4/2017) siang mendatangi Kantor DPRD Kota Semarang. Para tenaga kerja ini mengadukan nasibnya ke DPRD Kota Semarang setelah masa depannya mengalami ketidakpastian menyusul kaburnya pemilik PT Mulya Garmindo ke negara asal di Hongkong, Tiongkok.

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

“Bagaimana dengan nasib kami, para pekerja? Pemimpin perusahaan sudah lari ke negaranya,” kata salah satu perwakilan buruh dari Serikat Pekerja Reformasi (SPR), Kisno, saat beraudiensi di DPRD Kota Semarang, Selasa.

Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari pihak HRD (Human Resource Development) perusahaan, kata dia, Kisno mengetahui jika perusahaan tempat dia bekerja telah menunggak pajak sejak 2008-2017.  Namun apa pun itu, hak para karyawan seharusnya tetap dipenuhi. Karyawan seharusnya diberikan pesangon.

Namun kenyataan berkata lain. Perusahaan tidak memenuhi hak karyawan dan para tenaga kerja perusahaan pembuat pakaian itu pun bingung harus menuntuk ke siapa karena pemilik sekaligus pimpinan perusahaan sudah tidak di Indonesia.

“Kata pihak HRD, bos sudah lari ke Hongkong. Dari HRD juga, kami dapat keterangan perusahaan ternyata telah menunggak pembayaran pajak sejak 2008. Nasib karyawan kini semakin tidak jelas,” katanya.

Tuntutan pesangon karyawan, lanjut Kisno, sudah menjadi kewajiban yang harus dipenuhi pemilik perusahaan yang beralamat di Jalan Coaster Blok A Nomor 4, Kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, itu.

Apalagi, kata dia, banyak yang sudah bekerja di perusahaan itu lebih dari sembilan tahun. “Selain pajak, selama ini perusahaan juga kerap melakukan pelanggaran, seperti tidak memberikan hak cuti. Bahkan, cuti hamil. Karyawan juga tidak diikutkan dalam BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” katanya.

Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi yang menemui perwakilan buruh PT Mulya Garmindo menyebutkan uang pesangon sudah diatur dalam peraturan daerah (perda), termasuk jika perusahaan kolaps.

“Ya, mereka mengadu soal pesangon bagaimana jika perusahaan tutup. Kami sebenarnya telah atur dalam perda. Untuk itu, kami akan berupaya menjembatani mereka dengan perusahaan,” kata politikus PDI Perjuangan itu.

Supriyadi menambahkan jika perusahaan tidak menaati aturan mengenai ketenagakerjaan, termasuk kewajiban membayar pajak, tegas dia, pemerintah berhak melakukan penyitaan terhadap aset perusahaan yang ditinggal kabur oleh pemiliknya.

“Asetnya bisa saja disita Pemerintah Kota Semarang atau Dinas Tenaga Kerja. Kami akan mendorong Dinas Tenaga Kerja untuk segera menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut-larut,” kata Supriyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya