SOLOPOS.COM - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir. (JIBI/Solopos/Antara/Adeng Bustomi)

Pendidikan tinggi di Indonesia diakui Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir masih diwarnai mismatch.

Semarangpos.com, SEMARANG — Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir mengakui masih banyaknya lulusan pendidikan tinggi Indonesia yang menekuni pekerjaan mismatch dengan bidang keilmuannya. Dicontohkan dia adanya insinyur yang malah menjadi politikus.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

“Kaitannya dengan perguruan tinggi, kami lihat pekerjaan lulusannya sudah sesuai bidangnya apa belum? Bukan hanya lulusannya yang sudah bekerja. Insinyur jadi politisi berarti kesasar,” katanya di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) yang berlangsung di Hotel Semesta, Semarang, Sabtu (18/3/2017).

Nasir mencontohkan lulusan pendidikan tinggi di bidang keinsinyuran, seperti Fakultas Teknik (FT) tentunya pas jika lulusannya terjun di bidang teknik, demikian pula bidang-bidang lainnya. “Insiyur kok kerjanya jadi wartawan, politisi, kan tidak pas,” kata Guru Besar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Diponegoro Semarang (Undip) itu, disambut tawa hadirin.

Untuk jurusan yang menghasilkan bidang-bidang keprofesian tertentu, kata dia, seperti insinyur dan dokter semestinya didorong agar lulusannya menekuni keprofesiannya secara baik. Demikian pula dengan yang terjadi di kalangan sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan bidang keahlian tertentu. Pertanian misalnya, kata dia mencontohkan, semestinya didukung pengajar yang sesuai bidangnya.

“Di SMK pertanian, misalnya. Mestinya, memiliki tiga kelompok guru, yakni normatif, adaptif, dan produktif. Normatif itu yang mengajar pelajaran utama, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,” katanya.

Kelompok guru adaptif, katanya, adalah yang bertugas mengajarkan sesuai dengan bidang keilmuan dasar yang dibutuhkan di kejuruannya, seperti Matematika, Kimia, dan Biologi. “Yang produktif, seperti pengajaran sistem bertanam. Namun, yang ngajarkan guru Biologi, yang ngajar pascapanen ternyata juga Guru Biologi, karena tidak ada guru yang lulusan Pertanian,” katanya.

Kalau untuk jenjang SMK secara umum, termasuk yang dulunya SMEA (sekolah menengah ekonomi atas) sudah cukup baik, tetapi untuk SMK bidang tertentu, seperti pertanian masih menjadi problem. “Makanya, kami perlu dorong lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang mencetak guru-guru,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi itu.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya