Jateng
Jumat, 9 Oktober 2015 - 11:50 WIB

PENEGAKAN HUKUM : Jaksa Agung Miliki 3 Opsi Selesaikan Kasus Bambang Widjojanto

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jaksa Agung H.M. Prasetyo (JIBI/Solopos/Antara)

Penegakan hukum terkait Bambang Widjojanto telah disiapkan 3 opsi penyelesaiannya oleh Jaksa Agung. 

Kanalsemarang.com, SEMARANG-Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan pihaknya memiliki tiga opsi untuk menyelesaikan perkara kasus Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto.

Advertisement

Tiga opsi itu menurut dia, pertama kasusnya dilanjutkan ke pengadalian, kedua dilakukan penelitian kembali apakah layak disidangkan atau tidak, serta ketiga deponering atau menghentikan perkara.

“Jaksa Agung juga mempunyai kewenangan melakukan deponering perkara,” kata Prasetyo kepada wartawan seusai membuka seminar internasional Penanggulangan Kejahatan Transnasional di Semarang, Kamis (8/10/2015).

Didesak wartawan apakah akan melakukan deponering perkara Bambang Widjojanto (BW), dia mengatakan masih mempelajari untuk menyelesaikan perkaras tersebut.
“Masih dipelajari untuk mengambil langkah menyelesaikan perkara ini [perkara Bambang Widjojanto],” tandasnya.

Advertisement

Sebelum sejumlah akademisi dan tokoh agama meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan deponering kasus Bambang Widjojanto. Presiden masih mempertimbangkan permintaan tersebut.

Sementara itu, Divisi Monitoring Kinerja Aparat Penegak Hukum Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto meminta Presiden memerintahkan Jaksa Agung melakukan deponering kasus BW.

Pasalnya, sambung dia, bila kasus BW tetap dipaksakan dilanjutkan sampai ke pengadilan dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan nasional.

Advertisement

“Jaksa Agung juga mempunyai deskresi menghentikan suata perkara bila dinilai lemah untuk disidangkan,” kata dia kepada solopos.com di Semarang.

Eko menegaskan kasus yang menjerat BW terkesan dipaksakan karena dilandasi sikap balas dendam aparat kepolisian atas penetapan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (sekarang Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia).

“Kasus hukum BW dipaksakan, karena kalau melanggar tentang kode etik sebagai pengacara yang penyelesainnya oleh Dewan Kode Etik Pengacara,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif