Jateng
Rabu, 4 Februari 2015 - 19:50 WIB

PENGENDALIAN TEMBAKAU : APTI Jateng Berharap Pemerintah Tak Ikuti Aksesi FCTC

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sudarmanto, petani tembakau Dusun Seropan III, Muntuk, Dlingo, Bantul memanen daun tembakau untuk menghindari kerugian besar menjelang musim penghujan datang, Senin (20/10/2014). (JIBI/Harian Jogja/Endro Guntoro)

Sudarmanto, petani tembakau Dusun Seropan III, Muntuk, Dlingo, Bantul memanen daun tembakau untuk menghindari kerugian besar menjelang musim penghujan datang, Senin (20/10/2014). (JIBI/Harian Jogja/Endro Guntoro)

Pengendalian tembakau diharapkan ditanggapi serius Pemerintah. Asosiasi Petenai Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah berharap pemerintah tidak mengikuti aksesi FCTC atau kerangka kerja konvesni pengendalian tembakau 

Advertisement

 

Kanalsemarang.com, SEMARANG- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah berharap pemerintah tidak mengikuti aksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) atau kerangka kerja konvensi pengendalian tembakau karena berpotensi merugikan petani tembakau.

“Kami berharap pemerintah saat ini memandang industri hasil tembakau secara objektif dan bijaksana,” kata Ketua APTI Jateng Trianto seperti dikutip Antara, Rabu (4/2/2015).

Advertisement

Aksesi adalah tindakan formal satu negara yang merupakan penegasan keterikatan terhadap perjanjian tertentu di tingkat internasional. Dalam hal ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang belum mengikuti aksesi FCTC.

Pihaknya juga berharap pemerintah tetap mempertahankan tembakau sebagai komoditas strategis perkebunan. Selain itu, industri tembakau bisa dijadikan sebagai industri prioritas nasional dengan tetap menjalankan acuan industri tembakau yang telah disepakati berlaku hingga 2025.

Acuan tersebut di antaranya mengatur tentang indikator pencapaian, yaitu meningkatnya produksi rokok menjadi 240 miliar batang pada 2010 dan pada 2025 sebesar 260 miliar batang.

Advertisement

Selain itu, meningkatnya nilai ekspor tembakau sebesar 15 persen per tahun dari 397,08 juta dolar AS pada 2008 menjadi 1.056,24 juta dolar AS pada 2015.

Dia menjelaskan tembakau merupakan komoditas pertanian yang sudah turun-temurun dibudidayakan di Indonesia dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Di samping itu, tembakau merupakan tanaman yang cocok di iklim tropis, salah satunya Indonesia.

“Kami menganggap pemerintah belum dapat memberikan solusi ekonomi yang cukup efektif seandainya konversi tanaman tembakau diterapkan. Tanpa solusi tersebut, keputusan pemerintah untuk meratifikasi FCTC merupakan bumerang yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif