Solopos.com, SEMARANG — Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), menyoroti menjamurnya pedagang kaki lima (PKL) di pasar tumpah Kranggan. Menurut Kepala Satpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto, menjamurnya PKL di pasar tumpah Kranggan itu karena tidak adanya penarikan retribusi.
Hal tersebut disampaikan Fajar seusai memimpin penertiban PKL di Johar Kanjengan dan pasar tumpah Kranggan, Senin (28/5/2023). Dalam kegiatan ini, setidaknya ada 70 PKL di dua lokasi yang berbeda itu yang ditertibkan Satpol PP.
Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024
Para PKL itu pun dikenakan wajib lapor dan harus membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu, petugas Satpol PP juga menyita peralatan milik PKL seperti meja, kursi, timbangan, dan lain-lain.
“Saya sudah beritahu Camat Semarang Tengah dan Ketua RW bahwa Satpol PP akan menindak PKL. Ini yang mengelola kan RW dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan [LPMK]. Ini jelas dilarang, yang boleh mengelola kan Dinas Perdagangan,” tegas Fajar.
Dia mengatakan para PKL Kranggan tak ada izin untuk berjualan dari Dinas Perdagangan Kota Semarang. Hal itu pun membuat para PKL itu tidak memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Semarang.
“Mereka kan dagang sejak malam pukul 00.00 WIB. Batasnya hanya sampai pukul 07.00 WIB. Ini kan jalan umum dan enggak ada pemasukan PAD,” ujarnya.
Selama ini, kata dia, pedagang nekat berdagang hingga pukul 09.00 WIB sehingga berdampak pada arus lalu lintas. “Saya perintahkan dan ingatkan untuk tertib. Ini banyak warga yang komplain. Kalau besok masih nekat, besok razia kita gencarkan,” terang dia.
Seorang PKL Kranggan, Sri mengaku berdagang sudah selama empat tahun. Dia berdagang sejak pukul 04.00 WIB hingga hingga 08.30 wib. Setiap berdagang, dirinya selalu setor uang ke petugas Kelurahan Kauman.
“Kita dikoordinasi oleh Kelurahan Kauman. Sehari bayar Rp4.000. Tadi sudah mau tutup malah kena razia Satpol PP,” keluh pedagang sembako itu.