SOLOPOS.COM - Forkoma Kembung demo di PN Kudus, Jumat (9/1/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Andreas Fitri Atmoko)

Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Komunitas Masyarakat Korban Embung Logung (Forkoma Kembung) melakukan aksi keprihatinan saat digelar sidang konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Kudus, Jawa Tengah, Jumat (9/1/2015). Demo warga Kudus itu dipicu adanya kemungkinan penyimpangan dalam pembangunan Waduk Logung. (JIBI/Solopos/Antara/Andreas Fitri Atmoko)

Forkoma Kembung demo di PN Kudus, Jumat (9/1/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Andreas Fitri Atmoko)

Proyek waduk Logung akan terus berjalan. Proses pembebasan lahan pun sudah dilakukan termasuk pembebabasan lahan tanah bondo desa yang ikut dalam proyek Waduk Logung 

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

 

Kanalsemarang.com, KUDUS– Tanah “bondo desa” di dua kecamatan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, ikut dibebaskan untuk pembangunan Waduk Logung, kata Asisten I Setda Kudus Agus Budi Satriyo.

“Sesuai ketentuan, hal itu memang diperbolehkan karena digunakan untuk kepentingan umum,” ujarnya didampingi Kabag Pemerintahan Desa Pemkab Kudus Adi Sadhono Murwanto menanggapi adanya tanah desa yang terkena pembebasan untuk Waduk Logung, di Kudus, Jumat (16/1/2015).

Ia mengatakan tanah desa yang terkena pembebasan tersebut, yakni di Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe dan Desa Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kudus.

Nilai ganti untung untuk tanah desa milik Pemerintah Desa Tanjungrejo sebesar Rp30 juta, sedangkan milik Pemerintah Desa Kandangmas sekitar Rp1 miliar.

“Desa Tanjungrejo sudah menerima uang pembebasan, sedangkan Desa Kandangmas belum dicairkan,” ujarnya.

Soal penjualan tanah desa untuk kepentingan umum, kata dia, diatur dalam Perda nomor 17/2006 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Dalam pelepasannya, kata dia, harus ada persetujuan beberapa pihak, termasuk Badan Permusyawaratan Desa.

Selanjutnya, kata dia, uang hasil pembebasan tersebut harus dibelikan tanah kembali.

“Aturan yang berlaku pembelian tanahnya harus senilai dengan tanah yang dijual,” ujarnya.

Kalaupun harga pembelian tanah di tempat lain jauh lebih mahal, kata dia, desa bisa menambahkan dananya sehingga akan dicatat sebagai penambahan aset desa.

Demikian sebaliknya, kata dia, ketika uang yang dibelikan tanah masih sisa, tentu akan masuk ke kas desa.

Adi Sadhono mengatakan dalam pelepasan maupun pengadaan tanah akan dibentuk tim sendiri oleh pemerintah desa setempat.

“Desa yang hendak melakukan pengadaan tanah juga harus didukung peraturan desa tentang pengelolaan kekayaan desa,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya