SOLOPOS.COM - Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam, saat menghadiri acara peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2023 di kawasan Simpang Lima, Kota Semarang, Minggu (23/7/2023). (Solopos.com-Ria Aldila Putri)

Solopos.com, SEMARANG – Dinas Kesehatan Kota Semarang mencatat masih ada ribuan suspect stunting pada anak di Kota Semarang. Dalam momentum Hari Anak Nasional (HAN) 2023, Pemkot Semarang berkomitmen menurunkan hingga tidak lagi kasus stunting alias zero stunting.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, Mochammad Abdul Hakam, di sela kegiatan puncak peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2023 di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Minggu (23/7/2023).

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

“Hingga Bulan Juni akhir ada 1.270 anak stunting yang tersebar di seluruh kecamatan. Tapi ada beberapa kelurahan yang zero stunting di Semarang ini. Persentase saat ini 1,2 persen,” ungkap Hakam.

Hakam menyebut penanganan stunting tidak bisa berfokus pada perbaikan gizi makanan para penderitanya. Banyak hal yang harus ikut diperbaiki seperti akses sanitasi, kebersihan, hingga air bersih.

“Sebenarnya yang kita percepat ini kemarin ada acara rembug stunting bersama teman-teman OPD. Tentunya tidak hanya spesifik saja yang diintervensi, tetapi yang sensitif juga. Seperti sanitasi, air bersih utuk kebersihannya. Kalau kami di DKK intervensinya PMT atau pemberian makanan tambahan ke depan. Alhamdulillah, tiga bulan ke depan PMT ini sesuai arahan kementerian sehari sekali selama tiga bulan,” katanya.

Tak hanya itu, Pemkot Semarang juga memiliki 2 day care untuk menangani permasalahan stunting. Rencananya, day care khusus stunting itu akan didirikan di 16 kecamatan di Kota Semarang.

“Ada day care seperti di Semarang Barat dan di daerah Gunungpati sudah dibuka. Di Kota Semarang sudah ada dua. Nantinya day care di Kota Semarang setiap kecamatan ada. Day care memiliki berbagai kegiatan, tidak hanya PMT, tetapi ada edukasi, dan memastikan gizi masuk ke dalam tubuh anak. Kalau di day care kan ada pengasuh, yang dipelajari di day care akan diterapkan oleh orang tuanya,” jelasnya.

Hakam juga mengungkap, 3 persen anak penderita stunting di Kota Semarang juga mengidap penyakit tuberkulosis atau TB Paru. Hal ini membuat penanganan stunting menjadi lebih susah.

“Kedua, adalah penyakit infeksi kronik seperti penyakit TBC, TB Paru bagi anak atau baduta stunting cukup tinggi sekitar 3 persen dari 1.200-an itu. Makanya ada dua hal besar kita sudah sampaikan kepada kementerian. Makin banyak kita lalukan skrening ternyata hasilnya positif dan langsung kita obati,” imbuhnya.

Khusus untuk penanganan anak stunting dengan TBC, Dinas Kesehatan Kota Semarang akan fokus menyembuhkan penyakit TBC terlebih dahulu. Hal itu agar berat badan anak bisa naik.

“TBC itu harus diobati dulu supaya berat badan naik. Kalau TB Paru pasti anak susah makan. Yang paling tinggi di Semarang Selatan, Semarang Tengah, dan Semarang Utara. Karena di Utara sangat kompleks, yakni ekonomi, pola asuh, dan penyakit kroni. Kami bersinergi untuk screening dalam mengatasi stunting,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya