SOLOPOS.COM - Ilustrasi stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). (Solopos.com/Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG — Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah (Jateng) menilai wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di tahun 2024 bisa menimbulkan sejumlah persoalan. Di antaranya bakal berdampak panjang pada daya beli masyarakat hingga kenaikan komoditas lainnya.

Ketua LP2K Jateng, Abdul Muhfid, meminta pemerintah mengkaji wacana tersebut dengan mempertimbangkan dampak lanjutan. Pemerintah juga perlu merencanakan penanganan dampak, terutama kalangan menengah ke bawah.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

“Memang ada dampak pada aspek yang lain, daya beli masyarakat, kenaikan komoditas lain, dan sebagainya. Pemerintah harus bisa me-recovery dampak masyarakat menengah ke bawah. Kalau alasannya terkait peningkatan kualitas BBM-nya karena RON-nya tinggi sehingga lebih go green, okelah. Tapi yang penting dampak terhadap ekonomi kalangan bawah harus disiapkan agar tidak kena dampak serius,” pinta Abdul, Jumat (1/9/2023).

Tak hanya itu, munculnya penghapusan Pertalite justru dinilai menunjukkan inkonsistensi dari regulasi pemerintah terdahulu. Mengingat sebelumnya, pemerintah ingin mendata penerima BBM subsidi dengan meluncurkan aplikasi.

“Pemerintah enggak punya duit untuk mem-backup subsidi masyarakat. Kebijakan ini serbatidak konsisten karena kemarin regulasi harus terdaftar dulu pakai aplikasi sekarang malah dianulir lagi. Justru mencabut produk subsidi Pertalite sehingga tidak konsisten. Inkonsistensi ini intinya pemerintah enggak punya duit,” nilainya.

Diberitakan sebelumnya, Area Manager Communication Relations and CSR Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho, mengatakan Pertamax Green RON 92 baru sebatas kajian yang dikembangkan dalam roadmap biofuel atau bahan bakar nabati Pertamina untuk kemudian diusulkan ke pemerintah Indonesia.

“Pertamax RON 92 saat ini statusnya adalah jenis bahan bakar umum (JBU) atau non-subsidi sehingga harga jualnya masih menyesuaikan harga pasar mengikuti tren harga minyak dan MOPS 92 [Mean of Platts Singapore 92],” ujar Brasto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya