Jateng
Rabu, 25 Januari 2023 - 19:13 WIB

Revitalisasi Kampung Melayu, Pakar Minta Pemkot Semarang Libatkan Warga

Ponco Wiyono  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kampung Melayu Kota Semarang sedang bersolek untuk menjadi kawasan wisata baru. (Ponco Wiyono-Solopos.com)

Solopos.com, SEMARANG – Ahli cagar budaya dari Unika Soegijapranata Semarang, Tjahjono Raharjo, menyarankan agar dalam merevitalisasi Kampung Melayu, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Jawa Tengah (Jateng), melibatkan masyarakat sekitar. Menurut Tjahjono, hal itu dikarenakan warga yang bermukim di kawasan itu lebih paham tentang apa yang dibutuhkan dalam proses perombakan kampungnya untuk menjadi sentra pariwisata.

“Masyarakat di sekitar sana tentu sudah tahu apa yang sebaiknya dipertahankan dan dipugar. Seperti peninggian jalan, itu menurut saya memerlukan perencanaan matang dengan mempertimbangkan bangunan-bangunan tua di sekitarnya,” ulas Tjahjono kepada Solopos.com, Rabu (26/1/2023).

Advertisement

Contoh lain yang disinggung Tjahjono antara lain kalangan penjaja kuliner legendaris yang bertebaran di Kampung Melayu Semarang. Menurutnya, keberadaan mereka tidak bisa dikesampingkan lantaran menjadi warna tersendiri dalam perjalanan sejarah Kampung Melayu.

“Apa mereka butuh lokasi strategis agar bisa mengakomodasi pelanggan, itu yang bisa jawab mereka, bukan pakar atau pihak lain. Local wisdom seperti makanan kuliner khas ini perlu dijaga,” sambungnya.

Advertisement

“Apa mereka butuh lokasi strategis agar bisa mengakomodasi pelanggan, itu yang bisa jawab mereka, bukan pakar atau pihak lain. Local wisdom seperti makanan kuliner khas ini perlu dijaga,” sambungnya.

Mamtan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) ini menambahkan, karakteristik Kampung Melayu berbeda Kota Lama meski sama-sama tergolong kawasan tua Kota Semarang.

“Kawasan Kota Lama sudah ditinggalkan penghuninya, hanya segelintir tersisa. Kalau Kampung Melayu masih banyak rumah yang ditempati warga, jadi berbeda pendekatannya,” lanjutnya.

Advertisement

“Di Lasem itu lampu-lampu jalan terlalu ramai sehingga aksen China-nya hilang. Sementara untuk mengabadikan kawasan ini sebagai cagar budaya warisan dunia, sebaiknya ambisi mengejar wisatawan bisa dikontrol,” tuturnya.

Namun demikian, Tjahjono memuji proses pengembangan wisata Kampung Melayu yang ia nilai lebih bagus daripada penataan Kota Lama. Salah satunya adalah, penataan letak lampu jalan.

Memurut Tjahjono, Pemkot Semarang menyadari Kampung Melayu tidak memerlukan banyak lampu jalan seperti Kota Lama. “Dengan lampu penerang jalan yang ada di Kampung Melayu saat ini, maka bentuk bangunan rumah warga lebih menonjol. Kalau di Kota Lama banyak lampu jalan yang menutupi bangunan, sehingga ketika malam sorot lampunya justru menutupi keberadaan bangunan bersejarah,” Tjahjono menegaskan.

Advertisement

Pemerhati sejarah dan benda cagar budaya ini pun mengimbau agar Pemkot Semarang tak ragu menyiapkan dana insentif guna membantu warga yang merawat rumah adat dan bangunan bersejarah di Kampung Melayu.

“Proses pengajuan insentif yang selama ini sangat sulit dan panjang harus dibenahi. Selama ini banyak pemilik bangunan cagar budaya yang sulit mengajukan bantuan insentif. Jadi penataan wisata Kampung Melayu jangan semata-mata tujuannya untuk wisata, tapi efeknya secara langsung mestinya dirasakan masyarakat,” tambahnya.

Terpisah Lurah Dadapsari, Puji Winarni, selaku pihak yang berwenang salam mengurus Kampung Melayu mengatakan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang sudah terbentuk akan digenjot dalam menemukan konsep kawasan pariwisata Kampung Melayuyang akan ditawarkan.

Advertisement

“Tugas Pokdarwis sekarang itu bagaimana memunculkan daya tarik pariwisata supaya Kampung Melayu menjadi destinasi Semarang Lama yang menyatu dengan Kota Lama, Kauman dan Pecinan,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif