SOLOPOS.COM - Pagelaran Kuwarisan Festival. (Istimewa/kuwarisan.kec-kutowinangun.kebumenkab.go.id)

Solopos.com, KEBUMEN — Kabupaten Kebumen menjadi salah satu daerah yang memiliki jejak perjalanan tokoh Islam pada masa lampau. Hal itu seperti di Desa Kuwarisan, Kecamatan Kutowinangun yang dulunya pernah didatangi tokoh agama Islam bernama Kiai Waris.

Keberadaan Kiai Waris dianggap juga melatarbelakangi sejarah berdirinya Desa Kuwarisan. Melansir dari kuwarisan.kec-kutowinangun.kebumenkab.go.id, Desa Kuwarisan sebelumnya merupakan Kelurahan Kedungtawon. Nama Kedungtawon sendiri berasal dari kata kedung yang berarti rawa dan tawon (tawu) yang berarti menguras.

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

Diketahui di zaman dahulu, daerah ini berupa rawa-rawa yang dimanfaatkan sebagai tempat mencari ikan di musim kemarau dengan cara menguras. Banyak orang dari berbagai penjuru berdatangan mencari ikan ke daerah tersebut. Sehingga daerah tersebut dinamakan Kedungtawon atau tempat mengambil ikan dengan cara di tawu.

Selain kebiasaan orang mencari ikan dengan cara tawu, daerah ini diabadikan sebagai nama kelurahan. Di mana di daerah tersebut ada seorang pendatang sebagai tokoh agama Islam yang konon sakti dan berwibawa bernama Kiai Waris.

Guna menghargai jasa tokoh agama Islam tersebut, maka Kelurahan Kedungtawon dirubah status menjadi desa sekaligus berganti nama menjadi Desa Kuwarisan.

Ada juga cerita yang memperkuat bahwa Desa Kedungtawon atau Desa Kuwarisan sudah ada sejak zaman Kerajaan Surakarta.

Pada Abad ke XVIII, zaman pemerintahan raja di Surakarta, banyak bangsawan kerajaan yang meninggalkan kerajaan (negerinya) karena suatu alasan. Hal itu tidak terkecuali pula para abdi dalemnya.

Di antara para bangsawan dan abdi dalem yang meninggalkan negerinya tersebut ada yang singgah ke Kutowinangun, yaitu Pangeran Bumi Dirdjo. Sedangkan abdi dalemnya ada tiga orang, yaitu Ki Joyo Merto, seorang gamel (perawat kuda) datang dan menetap di Kedungtawon bersama Kiai Abdurrohman yang datang di Jatipurus.

Ki Djoyo Merto mempunyai seorang anak laki-laki bernama Djoyo Wiryo. Setelah menikah, Djoyo Wiryo dikaruniai 12 anak (1 laki-laki & 11 Perempuan).

Setelah sekian tahun Pangeran Bumi Dirdjo meninggalkan negerinya, keluarga Kerajaan mendapat kabar bahwa keberadaan Pangeran Bumi Dirdjo berada di Kutowinangun. Maka diutuslah dua orang gandek (utusan atau delegasi) untuk mencari keberadaan Pangeran Bumi Dirdjo dari Surakarta menuju Kutowinangun.

Dalam perjalanan ketika mendekati Kutowinangun, mereka sempat istirahat dan tinggal sejenak di wilayah sekitar Kutowinangun. Beberapa tempat peristirahatan tersebut ditandai sebagai asal-usul nama desa di Kutowinangun.

Setelah sampai, kedua gandek di Kutowinangun, mereka bertemu Pangeran Bumi Dirdjo. Akan tetapi setelah dibujuk oleh kedua gandek, Pangeran Bumi Dirdjo tetap tidak mau kembali ke Kerajaan.

Sebaliknya, Pangeran Bumi Dirdjo memilih tinggal di Kutowinangun dan akhirnya kedua gandek tersebut juga tidak mau kembali ke Surakarta Hadiningrat dan memilih ikut tinggal di Kutowinangun juga.

Gandek tersebut mempunyai istri seorang wanita asli Kutowinangun. Salah satu dari mereka mempunyai anak bernama Penangkil yang kemudian memperistri anak Ki Djoyo Wiryo. Hingga pada akhirnya, Penangkil diangkat menjadi Lurah I di Desa Kuwarisan yang bergelar Ki Singo Yudho.

Ki Singo Yudho meninggal dan dimakamkan di Kedungtawon RW 005. Sampai sekarang tempat pemakaman diberi nama Makam Singo Yudho.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya