SOLOPOS.COM - Truk yang terlibat kecelakaan beruntun di pertigaan exit tol Bawen, Kabupaten Semarang, Sabtu (23/9/2023). (Solopos.com-Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Asosisasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah (Jateng), Bambang Widjanarko, mengaku prihatin dengan insiden kecelakaan maut yang terjadi di simpang exit tol Bawen, Kabupaten Semarang, Sabtu (23/9/2023). Menurutnya, sopir truk yang hanya memiliki SIM A, bukan SIM untuk mengendarai angkutan kendaraan merupakan sebuah kekeliruan atau salah besar.

Meski demikian, Bambang mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait fakta tersebut. Hal itu dikarenakan sopir truk bernama Agus Riyanto, warga Pacitan, Jawa Timur (Jatim) maupun pemilik truk bukanlah anggota Aptrindo.

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

“Kita hanya bisa komentar sedikit karena enggak bisa tanya langsung ke pemilik, karena bukan anggota kami. Tapi mengenai SIM A mengendarai truk besar itu nekat dan salah kaprah,” ujar Bambang kepada Solopos.com, Senin (25/9/2023).

Pengusaha truk asal Purwokerto ini pun menjelaskan teknik mengemudi mobil pribadi dengan mobil angkutan barang jelas berbeda. Mobil pribadi atau perseorangan memiliki berat kurang dari 3.500 kg, sedangkan angkutan berat memiliki berat lebih dari 10.000 kg dan wajib menggunakan SIM B2.

Ia pun menduga pemilik truk memiliki masalah kelangkaan sopir sehingga mempekerjakan sopir yang tidak memiliki kapasitas. “Cara mengemudikan mobil dengan SIM A dan SIM B2 jelas berbeda. Teknik pengereman juga beda. Ini [sopir] malah nekat dinaikan dua kelas atau diaakselerasi,” ujarnya.

Kerap Terjadi

Aptrindo Jateng bahkan mengamini bila fenomena pengusaha truk yang melakukan akselerasi pada sopirnya itu kerap terjadi. Kelangkaan itu dinilai kian masif terjadi saat masa pandemi Covid-19.

“Kembalinya [seperti sebelum pandemi] itu lama, langkanya karena bayaran enggak cocok. Mereka [sopir] lebih milih banting stir jadi petani, dagang dan lainya daripada jadi sopir lama enggak temu keluarga sekali balik uangnya enggak cocok. Ini pun harusnya menjadi catatan bersama baik dari pengusaha truk maupun pemeritah. Karena kelangkaan sopir jadi enggak ada proses regenerasi secara natural. Biasanya pengusaha truk langsung mengatrol, meloncatkan SIM A ke B1/B2. Padahal kemampuan menyetir itu penting sebelum naik kelas dari mobil kecil ke besar,” imbuh Bambang.

Apalagi, lanjut Bambang, kebiasaan masyarakat Indonesia juga lebih suka getok tular atau belajar dari orang terdekatnya dibandingkan mengikuti kursus mengemudi. Selain itu juga langkanya sekolah sopir di Tanah Air.

“Misal pun ada sekolah sopir, apakah banyak peminatnya dan masyarakat mau? Karena kebiasaan orang belajar nyopir dari getok tular, dari orang tua bahkan temanya. Dan Kakorlantas sebelumnya katanya mau menyelenggarakan [sekolah sopir], tapi enggak kedengeran lagi ini,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya