SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pengadilan Negeri Blora. (Solopos.com-Kanwil DJP Jateng I)

Solopos.com, BLORA — Seorang pengusaha bongkar muat barang dan tanah urug asal Kabupaten Blora, Jawa Tengah (Jateng), berinisial AF, divonis penjara 1 tahun 4 bulan dan denda Rp565 juta oleh Pengadilan Negeri Blora, Kamis (9/2/2023). AF dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana perpajakan dengan tidak menyetorkan pajak sehingga menimbulkan kerugian negara.

Menukil siaran pers Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jateng I, Sabtu (11/2/2023), AF yang merupakan Direktur PT AIJ melakukan tindak pidana pajak dalam kurun waktu Januari hingga Desember 2019. Ia tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga menimbulkan kerugian negara.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Atas perbuatannya itu AF dinyatakan melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf i UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Sementara, modus operasi yang dilakukan AF adalah dengan tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang telah dipungut dari rekan transaksinya ke kas negara. Perbuatan pengusaha tanah urug di Blora ini pun menyebabkan kerugian negara mencapai Rp282.920.791.

“Putusan Majelis Hakim itu lebih ringan dibanding tututan jaksa yang menuntut pidana penjara dua tahun. Namun, kami tidak mengajukan banding karena putusan hakim tidak kurang dari 2/3 tuntutan jaksa,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Blora, Darwadi.

Darwadi menambahkan jika terdakwa tidak membayar denda dalam jangka satu bulan, pihak pengadilan pun berhak menyita dan melelang harta kekayaannya. Namun, jika terpidana tidak memiliki harta yang cukup untuk membayar denda, maka hukumannya akan ditambah tiga bulan.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan Kanwil DJP Jateng I, Santoso Dwi Prasetyo, mengaku sebenarnya AF memiliki hak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pada pendapatan negara. Namun, pengusaha Blora itu tidak menggunakannya.

Santoso menambahkan penyidikan pidana pajak merupakan bagian dari tindakan penegakan hukum DJP. Tindakan itu merupakan upaya terakhir atau ultimatum remedium. Sebelum dilakukan penyidikan, wajib pajak harus sudah dilakukan serangkaian tindakan pengawasan dan pemeriksaan bukti permulaan.

“Proses penegakan hukum sebenarnya lebih mnegutamakan pemulihan kerugian negara dibandingkan pemidanaan seseorang,” ungkapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya