SOLOPOS.COM - Sepotong lumpia di kedai Lumpia Semarang dihargai Rp13 ribu. (Ponco Wiyono-Solopos.com)

Solopos.com, SEMARANG – Sebagai makanan khas Semarang, selama ini lumpia hanya identik dengan makanan oleh-oleh. Berbeda dengan makanan lain seperti burger, hotdog, atau kebab, lumpia belum memiliki tempat spesial bagi kalangan muda yang suka nongkrong atau makanan tongkrongan. Padahal, banyak penjaja lunpia yang menyediakan makanan berbahan dasar rebung atau tunas bambu ini secara matang alias siap saji.

Menjadikan lumpia sebagai makanan tongkrongan seperti burger memang masih sebatas harapan. Pemiliki Lumpia Semarang di Jalan Pemuda, Riono, mengatakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan seseorang untuk memilih lumpia sebagai snack adalah rebung.

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

“Tidak semua orang menyukai rebung. Tidak seperti burger atau kebab yang didominasi daging dan sayur, lumpia berisi rebung yang aromanya mungkin tidak cocok untuk semua orang,” kata Riono, 31, kepada Solopos.com, Senin (5/3/2023).

Kartika Wulandari, 20, entrepreneur sekaligus sosialita muda asal Kota Atlas memiliki alasan tersendiri mengapa ia lebih memilih burger sebagai kudapan saat nongkrong. Menurutnya, burger lebih mengenyangkan daripada lumpia.

“Sesederhana itu. Tapi menurut saya kenapa anak muda tidak memilih lumpia ya karena banyak makanan lain yang lebih kekinian. Bukan berarti mereka tidak suka lumpia ya, mereka tetap memesan lumpia ketika pengin,” jelasnya.

Sementara Ketua Komunitas Kuliner Semarang, Firdaus Adinegoro, menilai belum diminatinya lumpia sebagai cemilan fast food disebabkan kurangnya branding. Para pelaku industri kuliner terutama para pembuat produk kuliner lumpia disebut Firdaus hanya memosisikan lumpia sebagai makanan tradisional.

“Tidak ada upaya meng-upgrade branding makanan lumpia sebagai kudapan modern. Contoh makanan yang bisa menaikan posisi dari makanan tradisional ke level sebagai jajanan yang bisa all around itu pisang goreng. Nah, lumpia belum sampai ke sana,” beber Firdaus.

“Ketika pisang goreng di kafe atau resto bisa dipresentasikan dengan ditambah keju atau cokelat, lumpia selesai sebagai lumpia apa adanya.”

Hal lain yang disoroti Firdaus adalah soal harga. Jika dibandingkan dengan burger atau kebab dalam rentang harga yang sama, lumpia memang bisa dikatakan kalah dalam soal variasi.

Sementara penjaja fast food lain sudah berani memasang banderol Rp10.000, lumpia dengan isi rebung layak dan daging ayam atau seafood masih dibanderol di atas harga tersebut.

“Lumpia terbilang tidak murah karena isian rebung [bambu muda] semakin lama semakin mahal karena tidak diindustrialisasi. Beda sama ayam dan daging yang diindustrialisasi,” ucap Firdaus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya