SOLOPOS.COM - Dewi Yuliati (Insetyonoto/JIBI/Solopos)

Undip Semarang menambah satu guru besar yakni Prof. Dewi Yuliati. 

Kanalsemarang.com, SEMARANG-Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menambah satu guru besar yakni Prof. Dewi Yuliati dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Jurusan Sejarah. Sementara sedikitnya 20 calon guru besar lain masih antre.

Promosi BRI Meraih Dua Awards Mobile Banking dan Chatbot Terbaik dalam BSEM MRI 2024

Rektor Undip Semarang Prof. Yos Yohan Utama mengatakan pengukuhan guru besar ini patut disyukuri karena sejak Januari-Agustus 2015 belum ada penambahan guru besar.

“Standar guru besar sekarang sulit karena harus melakukan publikasi di jurnal internasional,” katanya dalam jumpa pers menjelang pengukuhan guru besar Dewi Yuliati di Kampus Undip Tembalang, Semarang, Senin (3/8/2015).

Upacara pengukuhan Dewi Yuliati akan dilaksanakan dalam rapat senat universitas terbuka di Gedung Prof. Soedarto Kampus Undip Tembalang, Selasa (4/8/2015).

Adanya ketentuan calon guru besar harus mempublikasi ke jurnal internasional ini, lanjut Yos menjadi kendala untuk mendapatkan gelar tersebut.

“Undip telah mengajukan 20 calon guru besar tapi belum ada yang disetujui,” tandasnya.

Rektor menambahkan Dewi Yuliati menjadi guru besar aktif ke-100 Undip.”Kalau total guru besar Undip ada 129, tapi sebagian sudah purna tugas yang aktif tinggal 100 guru besar,” ungkap Yos.

Dekan FIB Redyanto Noor mengungkapkan dengan adanya pengukuhan guru besar Dewi Yulati maka FIB saat ini memiliki tujuh orang guru besar yang masih aktif.
“Secara total jumlah guru besar FIB ada sebanyak 18 orang, tapi 11 sudah purna tugas,” tandas dia.

Sementara itu Dewi Yuliati menyatakan dalam pidato pengukuhan guru besar akan mengangkat tema “Industrialisasi dan Segregasi Sosial dalam Kajian Sejarah Semarang Pada Era Kolonial 1850-1930”.

Menurut dia, sejak pertengahan abad ke-19, Semarang telah berkembang sebagai kota industri yang mencakup industri jasa perbankan, pers, jasa transportasi laut, darat dan udara, perusahaan umum, jasa konstruksi, dan industri pengolahan.

Industrialisasi di Semarang yang telah berproses sejak pertengahan abad ke-19 itu telah mengakibatkan segregasi sosial yaitu pemisahan suatu golongan dalam suatu masyarakat dari golongan yang lain.

“Industrialisasi ini tidak hanya menciptakan perbedaan antara golongan the have dan the have not, tetapi juga pembelahan masyarakat dalam kelompok-kelompok penggajian orang asing dan penggajian orang bumiputera, kelompok pemukiman elite dan kumuh, orang berpendidikan tinggi dan rendah, serta antara orang asing [Eropa dan Timur Asing] dan bumiputera,” beber dia.

Industrialisasi yang diharapkan dapat menjadi savety valve (katub penyelamat) bagi kemerosotan kesejahteraan rakyat ternyata tidak mampu mensejahterakan rakyat.

“Industialisasi justru hanya menciptakan proses pemiskinan melalui perekrutan secara masif sumber daya manusia bumiputera yang hanya diberi upah atau gaji sangat minimal demi kejayaan kapitalisme eksploitatif dan kolonialisme,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya