Jateng
Selasa, 4 Agustus 2015 - 08:50 WIB

UNDIP SEMARANG : Inilah Dewi Yuliati, Guru Besar Baru Undip

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dewi Yuliati (Insetyonoto/JIBI/Solopos)

Undip Semarang menambah satu guru besar yakni Prof. Dewi Yuliati. 

Kanalsemarang.com, SEMARANG-Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menambah satu guru besar yakni Prof. Dewi Yuliati dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Jurusan Sejarah. Sementara sedikitnya 20 calon guru besar lain masih antre.

Advertisement

Rektor Undip Semarang Prof. Yos Yohan Utama mengatakan pengukuhan guru besar ini patut disyukuri karena sejak Januari-Agustus 2015 belum ada penambahan guru besar.

“Standar guru besar sekarang sulit karena harus melakukan publikasi di jurnal internasional,” katanya dalam jumpa pers menjelang pengukuhan guru besar Dewi Yuliati di Kampus Undip Tembalang, Semarang, Senin (3/8/2015).

Advertisement

“Standar guru besar sekarang sulit karena harus melakukan publikasi di jurnal internasional,” katanya dalam jumpa pers menjelang pengukuhan guru besar Dewi Yuliati di Kampus Undip Tembalang, Semarang, Senin (3/8/2015).

Upacara pengukuhan Dewi Yuliati akan dilaksanakan dalam rapat senat universitas terbuka di Gedung Prof. Soedarto Kampus Undip Tembalang, Selasa (4/8/2015).

Adanya ketentuan calon guru besar harus mempublikasi ke jurnal internasional ini, lanjut Yos menjadi kendala untuk mendapatkan gelar tersebut.

Advertisement

Rektor menambahkan Dewi Yuliati menjadi guru besar aktif ke-100 Undip.”Kalau total guru besar Undip ada 129, tapi sebagian sudah purna tugas yang aktif tinggal 100 guru besar,” ungkap Yos.

Dekan FIB Redyanto Noor mengungkapkan dengan adanya pengukuhan guru besar Dewi Yulati maka FIB saat ini memiliki tujuh orang guru besar yang masih aktif.
“Secara total jumlah guru besar FIB ada sebanyak 18 orang, tapi 11 sudah purna tugas,” tandas dia.

Sementara itu Dewi Yuliati menyatakan dalam pidato pengukuhan guru besar akan mengangkat tema “Industrialisasi dan Segregasi Sosial dalam Kajian Sejarah Semarang Pada Era Kolonial 1850-1930”.

Advertisement

Menurut dia, sejak pertengahan abad ke-19, Semarang telah berkembang sebagai kota industri yang mencakup industri jasa perbankan, pers, jasa transportasi laut, darat dan udara, perusahaan umum, jasa konstruksi, dan industri pengolahan.

Industrialisasi di Semarang yang telah berproses sejak pertengahan abad ke-19 itu telah mengakibatkan segregasi sosial yaitu pemisahan suatu golongan dalam suatu masyarakat dari golongan yang lain.

“Industrialisasi ini tidak hanya menciptakan perbedaan antara golongan the have dan the have not, tetapi juga pembelahan masyarakat dalam kelompok-kelompok penggajian orang asing dan penggajian orang bumiputera, kelompok pemukiman elite dan kumuh, orang berpendidikan tinggi dan rendah, serta antara orang asing [Eropa dan Timur Asing] dan bumiputera,” beber dia.

Advertisement

Industrialisasi yang diharapkan dapat menjadi savety valve (katub penyelamat) bagi kemerosotan kesejahteraan rakyat ternyata tidak mampu mensejahterakan rakyat.

“Industialisasi justru hanya menciptakan proses pemiskinan melalui perekrutan secara masif sumber daya manusia bumiputera yang hanya diberi upah atau gaji sangat minimal demi kejayaan kapitalisme eksploitatif dan kolonialisme,” ungkap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif