SOLOPOS.COM - Desa Jondang Jepara. (Istimewa/jondang.jepara.go.id)

Solopos.com, JEPARADesa Jondang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tahunan, Jepara. Tanah kelahiran R.A. Kartini ini ternyata menyimpan sejarah penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa, khususnya daerah Jepara.

Dari tapak petilasan tokoh-tokoh penyiar Islam itulah yang juga melatarbelakangi berdirinya daerah yang ada di Jepara. Salah satunya yaitu sejarah Desa Jondang dan Desa Telukawur.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Keduanya memiliki latar belakang yang sama dari kisah tokoh agama Islam, Syech Abdul Aziz dari negeri Romawi.

Melansir dari jondang.jepara.go.id, cerita sejarah Desa Jondang ini merupakan kisah yang diceritakan secara turun-menurun dari para tokoh pendahulu Desa Jondang. Hingga akhirnya sampai ke Mbah Sanusi yang sekarang menjadi juru kunci makam Mbah Syech Jondang.

Menurutnya, sejarah Desa Jondang bermula dari cerita seorang tokoh penyiar agama Islam yang berasal dari negeri Romawi, bernama Syech Abdul Aziz. Perjalanannya dimulai dari Romawi hingga akhirnya beberapa waktu singgah di sana.

Beliau melanjutkan perjalanan kembali ki Cirebon. Di sana Syech Abdul Aziz menemui tokoh agama, yaitu Sunan Gunung Jati untuk menimba ilmu di Cirebon.

Setelah itu, Syech Abdul Aziz melanjutkan menimba ilmu dengan Sunan Gunung Muria. Bersama dua murid perempuan Sunan Muria, yaitu Nyai Roro Tegesan dan Nyai Roro Kemuning, Syech Abdul Aziz terlihat akrab dan serasi.

Kemudian Sunan Muria ingin menjodohkan di antara dua murid perempuannya itu dengan Syech Abdul Aziz. Akhirnya ia memilih Nyai Roro Kemuning dan kemudian menikahinya. Tujuan dari perjodohan itu tidak lain untuk menyiarkan agama Islam di tanah Muria dan sekitarnya.

Dalam kehidupannya, selain menyiarkan agama Islam, Syech Abdul Aziz juga seorang petani. Setiap pekerjaan di ladang belum usai, Syech Abdul Aziz selalu pulang untuk melihat istrinya yang sangat cantik.

Lantaran kecantikan yang dimiliki istrinya itu membuatnya sulit meninggalkan istrinya. Hal tersebut membuat istrinya khawatir jika nanti membuat pekerjaan di ladang terbengkalai dan tidak kunjung selesai.

Syech abdul Aziz juga seseorang yang ahli dalam bidang seni. Nyai Roro Kemuning mempunyai ide dan meminta Syech Abdul Aziz untuk melukis paras cantiknya untuk dibawa ke ladang.

Suatu pagi, Syech Abdul Aziz pergi ke ladang seperti biasa sambil membawa cangkul dan keranjang serta lukisan istrinya yang diletakkan di atas keranjang.

Tiba-tiba, di tengah saat ia mencangkul angin berhembus sangat kencang yang mengakibatkan lukisan sang istrinya itu terbang jauh sampai di halaman Kerajaan Bodrolangu.

Kerajaan itu terletak di daerah Teluk, yang rajanya bernama Joko Wongso. Lukisan itu ditemukan punggawan kerajaan yang kemudian diserahkan kepada raja.

Betapa kagetnya sang raja melihat lukisan Nyai Roro Kemuning yang sangat cantik dan memesona. Tanpa pikir panjang Raja Joko Wongso mengutus Tunggul Wulung dan kawananya untuk mencari siapa wanita yang ada dalam lukisan tersebut.

Tunggul Wulung dan kawanannya keluar dari kerajaan untuk melaksanakan perintah sang raja guna mencari wanita yang ada di dalam lukisan tersebut. Akhirnya, Nyai Roro Kemuning ditemukan dan diajak ke kerajaan.

Sesampainya di Kerajaan Bodrolangu, Nyai Roro Kemuning terlihat murung karena memikirkan Syech Abdul Aziz saat sampai di rumah pasti mencari dirinya. Syech Abdul Aziz pun sudah mencari istrinya di sekitar rumah, tapi tidak kunjung menemukan.

Suatu ketika, Syech Abdul Aziz mendengar bahwa Istrinya dibawa Tunggul Wulung ke Kerajaan Bodrolangu untuk dijadikan permaisurinya Joko Wongso. Syech Abdul Aziz hanya minta dua syarat jika Joko Wongso mau menjadikan Dewi Kemuning sebagai istrinya.

Kedua syarat itu, yaitu bukur dan ikan blanak yang bisa berputar di atas piring. Namun, para prajurit sang raja tidak berhasil mendapatkan apa yang diminta oleh sang raja.

Syech Abdul Aziz tetap mencari istrinya dengan memainkan kentrung berkeliling mengitari berbagai desa dan sampailah disebuah desa bernama semat. Di desa tersebut tedapat pohon waru doyong.

Ia terus berjalan dan menyanyikan lagu sembari menunggu persyaratan kepada sang raja sampai dapat. Hingga suatu ketika, alunan musik itupun terdengar jelas sampai ke telinga Roro Kemuning.

Setelah ia yakin itu adalah suara dari suaminya tercinta. Maka dia menyuruh abdinya memanggil pengamen tersebut yang hanya berpakaian seperti seorang nelayan yang tak lalin adalah Syech Abdul Aziz.

Pertemuan itupun digunakan keduanya untuk menyusun rencana agar Roro Kemuning tidak jadi dipersunting istri oleh Joko Wongso. Rencananya adalah Roro Kemuning siap dijadikan permaisuri tapi dengan syarat mencarikan kerang yang menari dan raja harus berpakaian layaknya seperti nelayan.

Lantaran hasrat kuat dari sang raja, maka disetujui tanpa rasa curiga sedikitpun atas syarat yang diajukan oleh istri Syech Abdul Aziz ini. Berangkatlah sang raja ke laut dengan harapan dapat memiliki Roro Kemuning dengan meninggalkan semua pakaian kerajaannya.



Sementara itu dalam kerajaannya, Syech Abdul Aziz kemudian berganti pakaian memakai baju kerajaan, Raja Joko Wongso dan berpura-pura jadi Raja Joko Wongso.

Kemudian, dia memerintahkan kepada prajurit dan rakyat kerajaan Joko Wongso untuk menyisir pantai karena ada mata-mata yang akan menghancurkan kerajaan. Mata-mata tersebut berpakaian nelayan.

Dalam perintahnya itu ada sebagaian rakyatnya yang ragu tapi karena yang memerintahkan adalah raja maka mereka berangkat mencari mata-mata yang sebenarnya adalah rajanya sendiri. Pencarian membuahkan hasil, tanpa ditanya dulu prajurit dan rakyat ini mengeroyok sang nelayan.

Dalam keadaan ini, nelayan bilang teluk-teluk tapi prajurit dan rakyat pun tidak menghiraukan perkataan nelayan tersebut. Sehingga sang nelayan tersebut mati dan sebelum ajalnya sang nelayan sempat berbicara “Aku rajamu, aku sudah bilang teluk, teluk tapi kalian tetap ngawur”.

Ucapan inilah yang menjadi nama dari sebuah desa yang bernama Telukawur. Di mana jasad Joko Wongso dimakamkan berdekatan dengan makam Roro Kemuning.

Sedangkan Syech Abdul Aziz dimakamkan di Desa Jondang yang kemudian sampai sekarang dikenal dengan sebutan nama Syech Jondang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya