SOLOPOS.COM - Warga laki-laki Dusun Gogik, Desa Gogik, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang saat menyiapkan hidangan dalam acara Mot Banyu, Minggu (11/6/2023). (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Jika biasanya kaum perempuan yang memasak saat berlangsung acara besar di perdesaan, namun berbeda dengan yang terjadi di Dusun Gogik, Desa Gogik, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Setiap tradisi Mot Banyu yang dilaksanakan di Wana Wisata Semirang, warga laki-laki memiliki kewajiban menyiapkan semua hidangan makanan.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Sejak pagi hari, warga laki-laki sudah sibuk mempersiapkan apa yang nantinya digunakan untuk tradisi Mot Banyu. Terutama membuat sajian makanan.

Sebagian mereka ada yang memotong daun kudo atau daun kopi untuk sayur. Sebagian laki-laki yang lain memasak daging ayam dan kambing.

Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Semirang Indah sekaligus Kadus Gogik, Rohadi Madib, mengatakan apa yang dilakukan bapak-bapak tersebut sebagai bentuk memuliakan warga perempuan, terutama para istri. Pasalnya, dalam satu tahun penuh para istri sudah melayani suami dalam berumah tangga.

“Warga perempuan cukup datang dan menikmati apa yang sudah disajikan oleh bapak-bapak tersebut, ” ujarnya kepada Solopos.com, Minggu (11/6/2023).

Dijelaskan, tradisi Mot Banyu sendiri merupakan tradisi melestarikan sumber mata air yang sudah mengaliri masyarakat Desa Gogik, terutama Dusun Gogik. Tradisi ini dilaksanakan antara Juni, Juli, dan Agustus.

“Di tiga bulan tersebut merupakan awal musim kemarau. Dengan kita bersedekah menjelang musim kemarau, harapan kita, air tetap bisa lancar dan menjadi sumber kehidupan,” kata Rohadi.

Selain yang memasak kaum laki-laki, dalam pembukaan tradisi ini juga ada ritual menyembelih kambing kendit di aliran sungai.

Hal tersebut dilakukan karena mengikuti apa yang telah dilakukan para pendahulu desa. Mereka percaya hal tersebut menjadi sarana untuk menuju hal baik.

“Sehingga terdapat keselarasan dan keseimbangan antara manusia dengan alam, ” katanya.

Kambing kendit yang disembelih merupakan kambing jawa yang terdapat satu warna berbeda yang melingkar di bagian perutnya. Hal tersebut sebagai penggambaran ikatan warga desa yang kuat.

Seperti halnya kehadiran jadah dan hawuk-hawuk yang berasal dari ketan dan gula merah. Menandakan ikatan warga desa yang diharapkan membuahkan hal yang manis.

“Ada juga pisang raja temen yang filosofinya masyarakat memiliki keinginan atau kinerja yang temen atau sungguh-sungguh,” beber Rohadi.

Rohadi berharap sumber mata air di Desa Gogik selalu lestari dan masyarakat pun semakin aktif andil dalam pelestariannya. Sehingga tradisi-tradisi seperti Mot Banyu tidak hilang oleh zaman.

“Banyak tradisi yang hilang karena berpikirnya terlalu simpel dan alam tidak perlu di rawat,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya