SOLOPOS.COM - Rumah milik Edi, warga Kelurahan Karangtempel, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang yang tinggal sebatang kara tanpa listrik dan air ledeng. (Solopos.com/Ponco Wiyono)

Solopos.com, SEMARANG — Seorang pria tua diketahui tinggal sendirian di rumah besar namun tidak dilengkapi listrik dan air leding di Kampung Hawa, Kelurahan Karangtempel, Kecamatan Semarang Timur. Warga yang hidup sebatang kara itu bernama Pak Edi.

Informasi kondisi Pak Edi yang tinggal sendirian di rumah besar tanpa listrik dan air leding itu diunggah di Kanal YouTube Bang Bewok. Kepada Bang Bewok, Edi mengaku tinggal sendirian setelah istrinya meninggal dan anak-anaknya tinggal sendiri-sendiri bersama keluarga masing-masing.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Sementara rekaman video menunjukkan isi rumah Edi yang penuh perkakas tak terpakai dan sampah. Terlihat juga interior rumah yang terbengkalai lantaran termakan waktu dan tidak terawat.

“Untuk kebutuhan air saya harus ngangsu atau menadah air hujan,” jelas Pak Edi di YouTube Bang Bewok.

Solopos.com mencoba menghubungi Ketua RW 003 tempat tinggal Pak Edi, Kamis (2/1/2023). Kepada Solopos.com, Ketua RW 003, Sumaknohadi mengungkapkan ia dan Edi sudah saling mengenal sejak lama. Keduanya pun pernah menggeluti pekerjaan yang sama, yakni detailer di perusahaan farmasi.

“Mungkin tahun 1993 saya pertama kali mengenal beliau. Saya dulu tinggal di gang lain dan baru beberapa tahun pindah ke sini. Sementara beliau sudah di sini sejak lama,” jelasnya.

Sumaknohadi mengatakan Edi memiliki tiga orang anak. Anak pertamanya laki-laki, sudah meninggal. Dulunya anak pertamanya itu merupakan seorang dokter di Tangerang, Banten.

“Baru meninggal, mungkin tiga bulan lalu. Anak keduanya juga sudah meninggal, dia sebelumnya tinggal dan bekerja di Jakarta,” lanjut sang ketua RW.

Sementara anak terakhirnya, yang disebut Sumaknohadi bernama Susi, masih tinggal di Kota Semarang namun jarang sekali menjenguk Edi.

“Kalau cucu-cucunya masih kecil. Saya kurang paham asal-usul Pak Edi. Keponakannya, saya juga tidak tahu,” ujar Sumaknohadi.

Meski hidup dalam kenestapaan, Edi disebut Ketua RW 003 tak pernah mengeluh. Demikian halnya dalam kehidupan bermasyarakat, Edi masih sering mendatangi warga dan menghadiri rapat RT.

“Perayaan 17-an juga beliau datang, melihat. Warga pun sering bertegur sapa. Jadi hidupnya normal saja,” ungkap Sumaknohadi.

Saat Solopos.com mendatangi rumah Edi, halaman depan rumah masih menyimpan pesona desain arsitektur khas era 1990-an. Di lokasi itu juga terparkir satu mobil jenis jip yang dipenuhi karat.

Sementara di salah satu sudut rumah, ada beberapa logo perusahaan layanan telekomunikasi seluler.

“Dulu di sini ada wartelnya. Lalu di sebelah juga buka toko. Saat istri Pak Edi masih hidup, di sini lumayan jaya,” sambung Sumaknohadi.

Solopos.com mencoba menghubungi nomor yang tertera pada baliho iklan penjualan rumah di depan rumah Edi. Belakangan diketahui nomor tersebut merupakan nomor anak Edi yang terakhir, Susi. Namun telepon dari Solopos.com belum dijawab Susi.

Gino, seorang pedagang soto yang berlapak di depan rumah Edi, mengatakan Edi sempat ditawari suatu lembaga panti jompo untuk tinggal di panti tersebut.

Namun ia menolaknya lantaran syarat agar tiga hari sekali diizinkan pulang tidak dipenuhi.

“Rumahnya sudah ditawarkan Rp4 miliar. Beliau sering pergi keluar tapi saya tidak tahu ke mana. Entah ke rumah temannya atau bertemu siapa,” tutur Gino.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya