SOLOPOS.COM - Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka dan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, sepakat saling mendukung untuk memajukan dan mengembangkan pariwisata dan budaya. (Istimewa)

Solopos.com, SEMARANG — Pemerintah Kota Semarang dan Pemkot Solo sudah menandatangani kerja sama co-branding pada Dugderan akhir Maret lalu.

Menurut Wali Kota Semarang, Hevearita Rahayu, sebagai bagian dari kerajaan Mataram di masa lalu, Semarang tidak terlepas dari ikatan sejarah dengan Kasunanan Surakarta maupun Kesultanan Yogyakarta. Namun, kerja sama secara konkret seperti apa belum ada penjabaran lebih lanjut.

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Hevearita atau Ita hanya menyebutkan akan ada branding sejarah kedua kota berupa telling story keterkaitan antara Semarang dan Solo. Mengomentari hal ini, sejarawan Kota Semarang, Tri Subekso mengatakan kaitan sejarah antara Semarang dan Solo terentang cukup panjang.

“Dalam konteks sejarah kekuasaan pemerintahan lama yang ada di wilayah Jawa bagian tengah. Di mana Semarang ada di dalamnya, setidaknya ada tiga kekuasaan kerajaan yg dominan, yakni Mataram Kuno, Demak, dan Mataram Islam,” kata Subekso, Sabtu (8/4/2023).

Bukti pertama ikatan Semarang dan Solo adalah pada masa Mataram Hindu-Buda. Menurut Subekso, Semarang merupakan daerah yang sudah memiliki permukiman penduduk. Terdapat wanua-wanua alias desa kuno yang mendiami daerah-daerah di sepanjang pesisir Semarang hingga kawasan Gunung Ungaran.

“Pada periode tersebut, apabila didasarkan pada bukti arkeologis dan bukti perubahan garis pantai Semarang, telah ada jalur pergerakan manusia yang menghubungkan antara pantai Semarang dengan pusat kekuasaan Mataram Kuno di pedalaman,” beber lelaki lulusan Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro ini.

Kemudian, pada masa kekuasaan Mataram Islam, lanjut Subekso, ada pembagian wilayah yg meliputi Kutagara, Nagaragung, Mancagara, dan Pasisiran. Semarang sendiri merupakan wilayah Pasisiran Kilen (barat) dari pemerintahan Mataram Islam. Semarang masuk wilayah Pasisiran Kilen sampai terjadinya Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

“Perjanjian Giyanti telah membagi dua wilayah Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogjakarta Hadiningrat. Sejak saat itu Semarang lebih banyak berada di bawah kekuasaan pemerintahan Hindia-Belanda. Sejak saat itu kendali kekuasaan bekas Mataram Islam yang di daerah pesisir, seperti Semarang hanya berupa pengaruh budaya,” tambah Subekso yang juga Direktur Gambang Semarang Art itu.

Lelaki yang pernah mengenyam beasiswa Erasmus Mundus ini memperkirakan jika kerja sama Kota Semarang dan Kota Solo akan menyentuh aspek sejarah. Salah satu yang bisa diangkat adalah kesenian.

“Sejak zaman Belanda dan pascakemerdekaan, sudah ada interaksi kebudayaan antara Surakarta dan Semarang. Misalnya pendirian Sobokarti yang digagas oleh Mangkunegara VII [Kadipaten Mangkunegaran] dan Herman Thomas Karsten. Demikian halnya Wayang Wong Ngesti Pandawa yang ada di daerah pesisir lebih menganut ke gaya Surakarta daripada Yogyakarta,” terang Subekso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya