Jateng
Jumat, 21 Oktober 2022 - 21:18 WIB

Waspada! Awal Musim Hujan, 374 Kasus Leptospirosis Ditemukan di Jateng

Adhik Kurniawan  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi leptospirosis. (Kemenkes)

Solopos.com, SEMARANG — Musim hujan telah tiba di sejumlah wilayah Jawa Tengah (Jateng). Kedatangan musim hujan ini tidak hanya memberikan dampak berbagai bencana seperti banjir dan tanah longsor, tapi juga wabah penyakit seperti leptospirosis.

Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman yang ditemukan dalam air seni dan sel hewan yang terinfeksi. Penyakit ini biasanya menyebar melalui air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan seperti tikus, anjing, sapi hingga babi.

Advertisement

Sub Koordinator Penyakit Tidak Menular dan Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, Arvian Nevi, menyebutkan hingga kini sudah ada 374 kasus leptospirosis di Jateng. Biasanya, mereka terinfeksi penyakit ini dari genangan air atau banjir yang kemungkinan terkontaminasi bakteri Leptospira yang dibawa tikus.

“Itu [leptospirosis] dari tikus yang terinfeksi. Jadi kalau musim hujan ada genangan banjir, tikus ini lari karena tempat tinggalnya kena air. Air kencingnya tertinggal. Ini [urine tikus] yang tertinggal bercampur genangan dan menyebabkan leptospirosis,” jelas Arvian kepada Solopos.com, Jumat (21/10/2022).

Advertisement

“Itu [leptospirosis] dari tikus yang terinfeksi. Jadi kalau musim hujan ada genangan banjir, tikus ini lari karena tempat tinggalnya kena air. Air kencingnya tertinggal. Ini [urine tikus] yang tertinggal bercampur genangan dan menyebabkan leptospirosis,” jelas Arvian kepada Solopos.com, Jumat (21/10/2022).

Arvian menambah seseorang mudah terserang penyakit leptospirosis jika kondisi tubuhnya tidak fit. Apalagi, jika di tubuh itu ada luka terbuka sehingga saat terkena air yang terkontaminasi urine tikus menjadii mudah terjangkit penyakit tersebut.

Baca juga: Kenali Bahaya Leptospirosis yang Tewaskan 3 Warga Karanganyar

Advertisement

Terkait gejala orang yang terkena leptospirosis, Arvian menyebut cirinya hampir sama dengan penyakit lainnya. Orang itu akan bergejala demam, pilek, masuk angin, keram, dan terkadang diikuti dengan kejang-kejang.

“Leptospirosis ini tingkat kematian [fatalitas] juga lebih tinggi daripada demam berdarah [DB]. DB hanya sekitar 2-3 persen, sedangkan leptospirosis bisa mencapai 50 persen. Jadi kalau ada dua kasus, satu bisa meninggal dunia,” ungkapnya.

Baca juga: Kasus Ginjal Akut pada Anak Belum Terdeteksi di Karanganyar

Advertisement

Ia pun meminta petugas kesehatan di lapangan lebih beka dalam menyikapi penyakit leptospirosis, terutama saat musim hujan maupun di daerah rawan banjir. Jika menemui pasien yang menunjukkan gejala leptospirosis agar ditangani secepatnya dan jangan sampai terlambat.

“Perawat, bidan, harus lebih peka bila menemui gejala yang mengarah ke leptospirosis. Agar penanganan bisa lebih cepat, kalau terlambat diagnosis, telat atau keliru, bisa fatal. Jadi kami sudah bekali petugas kesehatan agar tanggap penanganannya langsung,” jelas Arvian.

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif