SOLOPOS.COM - ilustrasi nyamuk malaria. (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, SEMARANG — Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menyebut Kabupaten Purworejo menjadi satu-satunya daerah endemi malaria di wilayahnya. Kendati demikian, Dinkes Jateng tetap meminta daerah lain di Jateng untuk tetap mewaspadai bahaya penularan penyakityang dibawa nyamuk Anopheles itu, terutama saat musim kemarau seperti saat ini.

Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Rahmah Nur Hayati, mengatakan gigitan nyamuk Anopheles betina ini dikhawatirkan berpotensi mengalami peningkatan seiring perubahan iklim di tengah fenomena badai El Nino pada musim kemarau 2023. Mengingat, selain Kabupaten Purworejo yang menjadi satu-satunya daerah berstatus endemi Malaria dengan 47 kasus penularan, pihaknya juga menemukan kasus malaria di 22 kabupaten, meski tanpa penularan atau import dari daerah lain.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

“Kasus malaria itu ada 22 kabupaten/kota. Tapi semua impor, yang ada penularan lokal itu di Purworejo. Kalau impor itu tertularnya dari luar Jawa Tengah. Dari daerah endemis luar Provinsi Jawa Tengah, terutama dari Indonesia Timur seperti Papua, biasanya [anggota] TNI,” terang Kabid P2P melalui Sub Kordinator Penyakit Tak Menular dan Menular, Arfian Nevi, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Rabu (5/7/2023).

Kendati berpotensi meningkat, Arfian meminta masyarakat tidak perlu khawatir sebab penyakit ini tidak dengan mudah menular. Namun, penularan hanya terjadi di wilayah endemi seperti Purworejo yang terdapat vector nyamuk Anopheles.

“Tidak di setiap wilayah ada nyamuk Anopheles. Nyamuknya menggitnya itu malam, berbeda dengan DBD di pagi dan sore. Jadi kalau ada yang tergigit di luar, insyaallah tidak menular di sini, karena di sini [Semarang] tidak ada nyamuknya,” terangnya.

Breeding Place

Meski diminta tak perku khawatir, Dinkes Jateng tetap mengawatirkan dalam kondisi kekeringan ini perkembangbiakan nyamuk anopheles meningkat seiring dengan munculnya breeding place atau tempat bagi nyamuk anopheles berkembang. Berbeda dengan nyamuk Aedes aegepty, nyamuk Anopheles berkembang biak di sungai atau perairan yang berada di tengah hutan.

“Sebagai gambaran, di Purworejo itu nyamuk pembawa malaria itu ada di sungai, air mengalir di tengah hujan. Itu kalau di musim panas seperti ini semakin banyak, karena kalau musim panas ini jadi tidak mengalir mengenang. Sehingga, aliran sungai yang berhenti dan menjadi genangan itu berpotensi ada nyamuk anoples,” jelasnya.

Adapun untuk memutus penularan Malaria, dibutuhkan sinergitas dinas terkait guna memastikan zero genangan air di hutan dan meminimalisasi kegitan warga di malam hari. Tak hanya itu, penerapan desain rumah sehat pada daerah endemi sangat diperlukan untuk mengeniliminasi daerah endemis satu-satunya di Jateng itu

“Terus juga perilaku malam hari, kalau tidak di dukung komitmen kepala desa masih banyak kegiatan yang dilakukan di malam hari, di daerah potensi penularan. Rumah juga disana belum rapat nyamuk, banyak lubang ventilasi yang masuk. Itu perlu dukungan sektor lain, untuk mendesain rumah sehat, tetap ada ventilasi tapi harus ada kasa nyamuk,” pintanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya