Jateng
Kamis, 30 Desember 2021 - 12:46 WIB

Wong Alas, Suku Pedalaman Hutan Purbalingga

Yesaya Wisnu  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Area yang dianggap sebagai Carang Lembayung, tempat bermukimnya wong alas (Instagram/@ilovepurbalingga)

Solopos.com, PURBALINGGA — Selain Wong Kalang yang tinggal di area hutan Blora dan sekitarnya, masih banyak warga suku pedalaman yang mendiami  hutan belantara di Pulau Jawa. Salah satunya Wong Alas yang tinggal di sisi utara perbatasan Kabupaten Purbalingga dan Pemalang, Jawa Tengah. Di kawasan tersebut terdapat hutan hujan tropis yang membentang di sepanjang kaki Gunung Slamet hingga Dieng.

Dilansir dari Liputan6.com, Kamis (30/12/2021), masyarakat desa sekitar mengenal kelompok Wong Alas yang dikenal sebagai sebutan Suku Pijajaran atau Suku Carang Lembayung. Keberedaan mereka belum terdokumentasikan dengan baik, tetapi ingatan warga masih lekat dengan perjumpaan yang kerap terjadi.

Advertisement

Berdasarkan kesaksian dari orang yang berjumpa dengan wong alas ini semua bernada sama, yaitu mengacu pada ciri fisiknya yang tidak bertumit, tidak ada belahan pada bagian atas bibir serta bermata besar. Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui video yang ada di sebuah kanal Youtube, salah satu anggota senior Perhimpunan Pegiat Alam (PPA) Ganesha Muda, Taufik Katamso mengatakan bahwa saat dia dan rekan-rekan bertemu dengan kelompok wong alas tersebut, mereka  menggunakan bahasa Jawa Kuno atau Kawi  sebagai komunikasi sehari-hari.

Baca Juga: Khong A Djong, Legenda Kungfu Semarang yang Kisahnya Mirip Master Wong

Bahasa Jawa Kuno ini pada dasarnya sama seperti bahasa Jawa yang dipakai secara umum oleh masyarakat Jawa, namun ada beberapa diksi atau kata yang tidak umum dimengerti oleh masyarakat Jawa modern saat ini. Taufik juga menjelaskan bahwa mereka biasanya tinggal di kawasan bernama Carang Lembayung, sebuah kawasan yang ada di hutan belantara yang dikenal dengan Alas Sepuh dan di Alas Sepuh itu terdapat sebuah kawasan bernama Carang Lembayung. Lokasi tepatnya belum diketahui secara spesifik namun karena lokasi tempat tinggalnya itu, wong alas ini juga dikenal sebagai Suku Carang Lembayung.

Advertisement

Asale Wong Alas

Sementara itu, asal usul wong alas ini menurut pemerhati sejarah Kabupaten Purbalingga, Catur Purnawan menuturkan bahwa wong alas tidak lepas dari kisah Syekh Jambu Karang, seorang bangsawan dari Kerajaan Pajajaran yang awalnya bernama Raden Mundingwangi. Saat itu, dia bersama rombongan sedang menyendiri ke wilayah Pengunungan Ardi Lawet. Disanalah Raden Mundiwangi dan rombongan bertemu dengan Syekh Atas Angin, seorang penyebar agama Islam. Saat itu terjadilah  pertempuran adu ilmu kesaktian dan berakhir dengan kekalahan Raden Mundiwangi.

Karena kalah, Raden Mundiwangi akhirnya memeluk Islam dan mengganti nama menjadi Syekh Jambu Karang yang petilasannya berada di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga dan hingga sekarang menjadi salah satu objek wisata religi. Namun jejak Raden Mundiwangi yang  menjadi mualaf ini tidak diikuti oleh kelompok rombongannya karena mereka memilih untuk tetap memegang keyakinan yang dia pegang.

Baca Juga: Sate Blater Khas Purbalingga, Enak Gurih Nyoi…

Advertisement

Kelompok rombongan Raden Mundiwangi ini kemudian mengasingkan diri ke daerah hutan, menjauhkan diri dari pengaruh agama Islam yang sudah dianut oleh sebagian besar masyarakat di Pulau Jawa saat itu dan terus memegang teguh tradisi mereka hingga sekarang. Dengan berlatar belakang cerita tersebut, mereka akhirnya dikenal juga dengan nama Suku Pijajaran.

Selain memiliki gaya bahasa dan ciri fisik yang spesifik, ciri khas wong alas ini juga bisa dilihat dari cara berpakaiannya yang hanya menggunakan kain berwarna putih dan dilubangi sebagai jalan masuk ke bagian kelapa untuk menutupi badan bagian atas dan lalu bagian bawahnya menggunakan bahan dari akar-akaran atau material alami lain yang diikat untuk menutupi bagian tubuh bawah. Bahkan mereka hanya menggunakan kain sebagai cawat untuk menutupi area vital (khususnya kaum pria).  Mereka juga dikenal suka turun gunung, keluar dari hutan lalu menuju pasar untuk berdagang dan barang dagangannya biasanya berupa kain atau tahu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif