SOLOPOS.COM - Kondisi di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, rusak akibat kurangnya antisipasi pemerintah dalam menanggulangi kerusakan lingkungan. (Solopos.com/Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) terus berupaya menjaga konservasi sumber daya air di wilayahnya. Terlebih saat ini ada tiga daerah di Jateng yang masuk kategori zona merah atau mengalami kerusakan sumber air bersih, yakni Kota Pekalongan, Kota Semarang, dan Kabupaten Demak.

Rusaknya sumber air itu salah satunya disebabkan masifnya pengambilan air tanah baik untuk kebutuhan baku hingga sektor industri. Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, daerah zona merah di Pekalongan berada di kawasan pesisir utara. Sementara di Semarang, zona merah air bersih berada di kawasan Tanjung Mas dan Genuk. Sedangkan di Demak ada di wilayah Kecamatan Sayung.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng, Boedya Dharmawan, mengaku Pemprov Jateng serius dalam menjaga kelestarian air dan lingkungan. Oleh sebab itu, izin pengambilan air tanah oleh masyarakat maupun industri sudah tidak diberikan bagi zona yang masuk kategori krisis dan rusak.

“Konservasi sumber daya air itu ada dua, yakni di permukaan dan di bawah tanah. Domain kami [ESDM] ada di air tanah. Saat ini kami sudah ambil langkah tegas untuk zona-zona merah. Tak ada lagi izin baru [pengambilan air tanah],” terang Boedya kepada Solopos.com di kantornya, Selasa (28/11/2023).

Saat disinggung terkait industri yang terlanjur menggunakan air tanah di zona merah itu, Boedy mengaku saat ini mulai dilakukan pengurangan pengambilan debit air. Yakni bekerja sama dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat.

“Kerja sama itu untuk melihat apakah airnya bisa di-cover menggunakan PDAM atau air permukaan [SDA]. Jadi kalau bisa, air tanah hanya untuk kebutuhan mendesak saja. Dan saat ini sudah mulai dilakukan. Kita terus lakukan koordinasi agar bisa menurunkan debit pengambilan air hingga 25-50 persen,” katanya.

Cara tersebut diklaim efektif karena lambat laut sejumlah sumur bor di zona merah berhasil ditutup. Seperti di Kota Semarang, sepanjang 2023 ini ada empat sumur bor sudah ditutup, yakni di Menara Suara Merdeka, Stikes Tlogorejo, Hotel Grandika dan Hotel Olympic.

Lebih lanjut, kerja sama bersama Dinas SDA dan PDAM juga dilakukan dalam pembuatan izin baru pengambilan air tanah di zona hijau dan kuning. Langkah tersebut diambil untuk memperketat izin pemberian pengeboran sumber air tanah di daerah yang masih terjaga kelestarianya.

“Harus ada rekomendasi. Kita akan minta rekomendasi dari PDAM, bisa enggak pipanya menjangkau buat kebutuhan air. Terus SDA, ada enggak permukaan air yang bisa dimanfaatkan. Kalau ada, maka izin dari kami tidak akan keluar. Karena air tanah harus jadi opsi terakhir. Semisal izin keluar, kita minta air tanah tidak jadi kebutuhan utama, hanya support saja. Jadi pemenuhan utama harus dari PDAM atau SDA,” bebernya.

Tidak Instan

Boedya menyampaikan konservasi sumber daya air ini merupakan langkah jangka panjang. Meski hasilnya tak langsung tampak, namun ia menyakini daerah zona merah lambat laun akan mengecil dan hilang atau pulih menjadi zona lestari.

“Lima tahun kedepan kita akan evaluasi. Apakah langkah ini memberikan hasil positif. Bila tidak, maka permasalahanya dimungkinkan ada hal lain. Tidak hanya pada persoalan air tanah,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jateng, Eko Yunianto, menilai keberadaan air sangat penting bagi semua makhluk hidup. Namun, air yang tidak terjaga akan berdampak pada timbulnya bencana.

Oleh sebab itu pemanfaatan air permukaan untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari hari seperti irigasi, air baku untuk domestik, municiple dan industri perlu dijaga kelestarianya. Adapun langkah Pusdataru Jateng yang diambil dengan menggencarkan program pengelolaan sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, pemberdayaan partisipasi atau peran aktif masyarakat dan pengawasan masyarakat, perbaikan alur sungai serta perkuatan tebing sungai dan perkuatan tebing pantai, pengembangan sistem informasi sumber daya air (Sisda), dan program penataan ruang.

“Kita melakukan itu semua, di antaranya ada pembangunan sumur resapan, checkdam, embung sebagai penyediaan air baku. Ada juga pengembangan dan pengelolaan 108 buah daerah irigasi seluas 86.865 Ha dengan pelibatan aktif masyarakat,” aku Eko.

Tak berhenti di situ, ada pun perawatan dan pemeliharaan 77 buah embung sebagai sarana penyediaan air baku bagi tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Serta rehabilitasi dan normalisasi sungai-sungai sebanyak 44 sungai dengan memperkuatan tebing sungai dan perkuatan tebing pantai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya