Jateng
Minggu, 11 Februari 2024 - 11:18 WIB

AJI Semarang Kecam Dugaan Pelecehan Seksual terhadap Jurnalis saat Kampanye

Imam Yuda Saputra  /  Adhik Kurniawan  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban pelecehan seksual . (freepik)

Solopos.com, SEMARANG — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam aksi pelecehan seksual yang diduga dilakukan olek oknum ajudan petinggi partai terhadap jurnalis perempuan di Kota Semarang.

Berdasarkan keterangan yang diterima Solopos.com, peristiwa itu terjadi saat jurnalis tersebut meliput momen swafoto seorang petinggi partai seusai kampanye akbar salah satu paslon di Simpang Lima Kota Semarang pada Sabtu (10/2/2024).

Advertisement

Intan, salah satu teman jurnalis yang mendampingi korban mengatakan, ajudan dengan in ear itu tiba-tiba memegang bagian sensitif atau kemaluan korban. Peristiwa itu pun tidak hanya terjadi satu kali.

“Awalnya Bu Puan ngajak foto, korban ada di belakang Bu Puan, terus ajudannya Bu Puan nyingkirin sambil bilang awas-awas tapi tangannya megang kemaluan. Pertama korban lihatin sambil mencerna. Ke dua kali dia megang lagi di tempat yang sama,” kata dia.

Advertisement

“Awalnya Bu Puan ngajak foto, korban ada di belakang Bu Puan, terus ajudannya Bu Puan nyingkirin sambil bilang awas-awas tapi tangannya megang kemaluan. Pertama korban lihatin sambil mencerna. Ke dua kali dia megang lagi di tempat yang sama,” kata dia.

Intan mengatakan, korban sempat meneriaki pria tersebut, namun pria yang diduga ajudan Puan tersebut langsung melarikan diri.

“Setelah dua kali itu dia bilang sorry, sorry. Korban sempat bilang ini kemaluan lho mas. Orangnya langsung pergi,” ungkap dia.

Advertisement

“Dugaanku ADC [pengawal/ajudan] karena pakai seragam pakai eraphone dan HT,” kata jurnalis tersebut.

Peristiwa ini langsung membuat heboh awak media yang berada di lokasi karena korban langsung menangis dan histeris seusai mengalami pelecehan tersebut.

Sebagai organisasi profesi jurnalis yang fokus pada kebebasan pers, AJI Semarang menentang berbagai bentuk kekerasan terhadap jurnalis.

Advertisement

Divisi Gender, Anak dan Kelompok Marginal, AJI Kota Semarang, Riska Farasonalia menegaskan, pelecehan seksual dan serangan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan.

“Kami berpandangan perbuatan pelaku termasuk menghalangi kerja jurnalistik. Intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dilarang sesuai Undang-Undang Pers,” katanya.

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 3 menjamin kemerdekaan pers. Aturan itu menyebutkan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Siapa saja yang sengaja melawan hukum, menghambat, atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat 3, maka dapat dipenjara maksimal 2 tahun, dan denda paling banyak Rp500 juta.

Advertisement

Ketentuan sanksi sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ada pada bab VII yang mengatur ketentuan pidana. Pasal 18 ayat 1 menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Selain itu, perbuatan pelaku juga mengarah pada dugaan tindak pidana kekerasan seksual seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Kami meminta kepada seluruh pihak untuk melawan berbagai bentuk pelecehan seksual dan melindungi kerja-kerja jurnalis. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai aturan agar peristiwa tersebut tidak berulang,” tegasnya.

Selain itu, kepolisian harus menindak tegas pelaku pelecehan seksual. Serta penyelenggara harus bertanggung jawab memberikan ruang aman dari tindakan pelecehan seksual. AJI Semarang juga meminta kantor redaksi jurnalis tersebut untuk memberikan dukungan penuh terhadap korban.

“Perusahaan media bertanggung jawab atas keselamatan pekerja medianya, termasuk mendampingi jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan,” katanya.

Perusahaan media massa juga harus membuat standar perlindungan untuk mencegah dan menangani berbagai bentuk pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan yang lebih rentan.

Survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2M) mengungkapkan, sebanyak 82,6 persen atau 704 responden perempuan jurnalis pernah mengalami kekerasan seksual selama berkarir jurnalistik.

Ada 10 jenis tindak kekerasan seksual terhadap perempuan jurnalis, dan paling tinggi adalah body shaming secara luring 58,9 persen dan daring 48,6 persen.

Riset berjudul “Kekerasan Seksual terhadap Jurnalis Perempuan Indonesia” itu menyurvei 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi pada September – Oktober 2022.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif