SOLOPOS.COM - Ilustrasi: Gunung Slamet (Antara)

Solopos.com, BANYUMAS — Gunung Slamet yang terletak di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) saat ini tengah mengalami peningkatan aktivitas vulkanik dari Level I atau Normal menjadi level II atau Waspada. Peningkatan status ini pun membuat Gunung Slamet berpotensi mengalami erupsi atau meletus. Lantas, kapankah terakhir kali Gunung Slamet mengalami erupsi atau meletus?

Dilansir dari laman iagi.or.id, atau situs web milik Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Gunung Slamet tergolong gunung api yang masih aktif. Sejak tahun 1825, gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa itu bahkan memiliki periode istirahat terpendek satu tahun dan terpanjang 19 tahun.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gunung Slamet kali terakhir erupsi atau meletus pada tahun 2014 lalu. Meski demikian, erupsi itu terbilang kecil atau dikategorikan letusan strombolian.

Sementara itu, jika dilihat dari aktivitas vulkaniknya, Gunung Slamet juga pernah mengalami peningkatan dari Normal menjadi Waspada pada tahun 2019 lalu. Meski demikian, pada tahun 2019 itu Gunung Slamet tidak mengeluarkan erupsi.

Sedangkan aktivitas vulkanik yang ditandai erupsi di Gunung Slamet juga pernah terjadi pada 11-12 Agustus 1772 silam. Letusan itu menghasilkan aliran lava hingga hujan abu vulkanik. Letusan besar Gunung Slamet yang juga menghaslkan aliran lava dan hujan abu juga pernah terjadi pada tahun 1930, 1932, 1953, 1955, 1958, 1973, dan 1988.

Selain itu, aktivitas vulkanologi gunung ini hanya berupa peningkatan aktivitas yang diikuti dengan semburan abu, dentuman suara hingga kegempaan.

Berdasarkan analisa vulkanologis sepanjang catatan sejarah, karakter letusan Gunung Slamet adalah letusan abu yang disertai dengan lontaran sekoria atau batu pijar dan kadang mengeluarkan lava pijar. Letusan ini berlangsung beberapa hari, bahkan bisa beberapa pekan jika dalam kondisi parah. Letusan tersebut membuat kawah gunung menjadi makin melebar akibat material vulkanik yang mengendap.

Gempa

Sementara itu, berdasarkan press release yang dikeluarkan PVMBG pada Kamis (19/10/2023), peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Slamet baru-baru ini ditandai dengan terjadinya 2.096 kali gempa hembusan, 3 kali gempa tremor harmonik, 2 kali gempa vulkanik dalam, 12 gempa tektonik lokal, 7 kali gempa tektonik jauh, dan tremor menerus. Aktivitas kegempaan itu terjadi sejak tanggal 1-18 Oktober 2023.

Berdasarkan catatan itu, PVMBG pun melihat adanya potensi ancaman bahaya Gunung Slamet berupa erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar di sekitar puncak dalam radius 2 kilometer (km). Selain itu, hujan abu juga bisa terjaadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.

Kendati pernah meletus terakhir pada 2014, masyarakat di sekitar Gunung Slamet percaya jika letusan itu tidak akan mengancam keselamatan manusia. Hal itu sesuai dengan kepercayaan masyarakat sekitar di mana Gunung Slamet dipercaya memberikan keselamatan sesuai dengan namanya, yakni Slamet, yang artinya selamat.

Gunung Slamet sendiri terletak di antara lima kabupaten di Jateng, yakni Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, dan Brebes. Dengan ketinggian mencapai 3.432 meter di atas permukaan laut (mdpl), Gunung Slamet menjadi gunung tertinggi kedua di Jawa setelah Semeru. Dengan ketinggian itu pula banyak yang meyakini jika Slamet meletus besar, maka bisa membuat Pulau Jawa terbelah menjadi dua bagian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya