SOLOPOS.COM - Warga Papua saat membentangkan poster dan spanduk di depan rumah investor tambang emas asal Salatiga Nicholas Nyoto Prasetyo, agar bertanggungjawab atas hutan adat yang rusak, Senin (24/6/2024). (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SALATIGA – Konflik antara warga Papua dan investor tambang emas asal Salatiga masih berlanjut. Setelah sebelumnya sempat sedikit meredam, kini puluhan warga Papua kembali mendatangi rumah bos tambang Nicholas Nyoto Prasetyo dari perusahaan Bahana Lintas Nusantara (BLN) di Jalan Merdeka Selatan No 54, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Senin (24/6/2024) sore.

Mereka datang didampingi oleh tim kuasa hukum pemilik lahan dengan membawa sepanduk dan poster yang bertuliskan ‘Kanjeng Pangeran Arya Nicholas Nyoto Prasetyo, PT Bahana Lintas Nusantara group Tanggungjawab’. Mereka ingin investor tambang tersebut bertanggung jawab atas hutan adat warga Papua yang rusak akibat pembukaan lahan tambang.

Promosi Selamat, BRI Raih Dua Penghargaan di CNN Indonesia Awards Bali 2024

Kuasa hukum pemilik lahan, Alvares Guarino, menjelaskan kedatangan warga Papua di depan rumah investor tambang emas asal Salatiga itu untuk meminta pertanggungjawaban atas hutan adat yang telah dirusak.

“Pada hari ini, kami sesuai dengan permintaan pemilik lahan untuk bertemu dengan beliau [Nicholas]. Namun demikian permintaan kami tidak ada hasil, maka dalam rangka untuk terus menuntut haknya mereka, ini warga semua datang ke sini untuk menuntut keadilan atas tanah hutan mereka yang dibabat habis,” terang Alvares, Senin (24/6/2024).

Dikatakan, pihaknya datang sebetulnya untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan cara kekeluargaan. Sebab saat ini hutan sudah terlanjur rusak dan berimbas hilangnya mata pencarian warga di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.

“Pihak pengacara sebelah itu, memang menyarankan mengajukan upaya hukum. Namun upaya hukum itu harus menunggu 3-4 tahun baru ada putusan inkrah. Sekarang hutan sudah dibabat, kalau menunggu 3-4 tahun baru ada putusan itu, lantas bagaimana kondisi di sana karena berpotensi longsor,” jelas Alvares.

Ganti Rugi

Dia menginginkan konflik tersebut cepat segera selesai dengan cara kekeluargaan. Jika tidak ingin memperbaiki hutan adat yang telah rusak, Nicholas harus mengganti kerugian sebesar Rp20 miliar.

“Permintaan dari kepala suku, Rp20 miliar. Sebenarnya kalau mau negosiasi kita bisa bicara baik-baik. Tapi jangan langsung [memutuskan ganti rugi] Rp50 juta, karena ini tanah mereka untuk cari makan,” ungkap Alvares.

Selain meminta investor untuk bertemu dan mediasi, kata Alvares, pihaknya juga akan mengadukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Republik Indonesia. Tujuannya agar masalah ini cepat selesai.

Sebelumnya diberitakan, konflik antara warga Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua bermula saat investor Tambang asal Salatiga, Nicholas Nyoto Prasetyo, berniat untuk investasi untuk pembukaan tambang emas.

Setelah melalui serangkaian survei dan pembicaraan dengan ketua adat, pada 20 Februari 2024 terjadi kerja sama sistem bagi hasil. Namun pihak perusahaan disebut tidak mematuhi kesepakatan dengan membabat hutan dan tidak membayar kompensasi. Hal ini menyebabkan protes warga setempat yang berujung menggeruduk rumah investor tambang di Salatiga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya