SOLOPOS.COM - Kebid Minerba Dinas ESDM Jateng, Agus Sugiharto, saat menjadi pembicara pada acara FGD di Hotel Patra, Kota Semarang, Selasa (20/9/2023). (Solopos.com-Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SEMARANG – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah (Jateng), menilai aktivitas pertambangan ilegal di wilayahnya tak terlepas dari keterlibatan pelaku tambang legal atau yang telah mengantongi izin. Hal ini berdasarkan fenomena pelaku tambang yang telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) menyalahgunakan legalitas untuk praktik pemenuhan kebutuhan material pertambangan yang tidak berizin.

Hal tersebut disampaikan Kabid Minerba Dinas ESDM Jateng, Agus Sugiharto, saat menjadi pembicara dalam acara Forum Group Discussion (FGD) bertajuk Illegal Mining: Tragedi Banyumas dan Pertambangan Jawa Tengah yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jateng di Hotel Patra, Kota Semarang, Rabu (20/9/2023).

Promosi Video Uang Hilang Rp400 Juta, BRI: Uang Diambil Sendiri oleh Nasabah pada 2018

Agus menilai bila munculnya praktik tambang ilegal di Jateng tak terlepas adanya disparitas yang mencolok antara kebutuhan material dan ketersediaan material. Hal itu pun menyebabkan pellaku tambang melakukan praktik ilegal guna memenuhi kebutuhan proyek pembangunan itu.

“Kebutuhan untuk kegiatan konstruksi di Jateng tidak diperhitungkan dan dipertimbangkan sumbernya dari mana, sehingga tidak ada sinkronisasi dari kabupaten sampai pemerintah pusat,” ujar Agus.

Dinas ESDM Jateng pun mengingatkan para pemegang IUP untuk tidak menyalahgunakan dokumen legalitas yang dimilikinya untuk praktik tambang ilegal dan penggelapan pajak. Sebab saat ini, telah dilakukan langkah penindakan hukum terhadap pemegang izin bersama aparat penegah hukum.

Kejaksaan

“Ini Kejaksaan mulai masuk memeriksa proyek PSN. Material pajaknya berapa kita cek, jadi akan ketahuan nanti bila ada pengambilan material di luar izin [ilegal],” akunya.

Tak hanya itu, Dinas ESDM Jateng juga telah mengambil langkah bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) se-Jateng untuk melaporkan produksi tambang yang dibandingkan dengan penerimaan pajak. Oleh karena itu, pihaknya memperingatkan pemegang izin untuk tidak sembarangan memberikan izin pertambangan.

“Laporan produksi itu harus sesuai dengan kontrak yang dibuat. Saya memperingatkan pemegang izin untuk tidak sembarangan memberi izinnya yang sebetulnya tidak ambil dari lokasinya [ilegal],” pintanya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI) Provinsi Jateng, Supriyanto, mengungkapkan jika permasalahan tambang ilegal memang tak terlepas dari kebutuhan material penunjang pembangunan. Terbukti dari kebutuhan sebanyak 110 juta meter kubik material tambang berupa pasir, batu, dan tanah urug, hanya sekitar 31 juta kubik saja yang bisa terpenuhi secara legal.

“Belum ditambah proyek APBN [anggaran pendapatan dan belanja negara] provinsi, kabupaten/kota, dan swasta. Bisa capai 500 juta kubik per tahun. Nah itu menimbulkan gap [kesenjangan] antara supply dan demand. Membuka adanya pasar gelap [tambang ilegal]. daripada pasar gelap itu dibiarkan, lebih baik ada intervensi lah. Misalnya bagaimana stakeholder di provinsi atau kabupaten itu membuat regulasi yang berkoordinasi dengan Kementerian LHK di pusat,” harap Supriyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya