SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Solopos.com, SEMARANGDinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mencatat ada 858 kasus leptospirosis di wilayahnya hingga November 2023 ini. Dari ratusan kasus yang terdeteksi itu, sebanyak 137 orang meninggal dunia.

Sub Koordinator Penyakit Tidak Menular dan Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, Arfian Nevi, mengatakan leptospirosis adalah penyakit dari kuman yang ditemukan dalam air seni dan sel hewan terinfeksi.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Penyakit tersebut biasanya menyebar melalui air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan seperti tikus, anjing, sapi hingga babi.

“Nah biasanya, mereka ini terinfeksi (leptospirosis) dari genangan air atau banjir yang kemungkinan terkontaminasi bakteri Leptospira yang dibawa tikus,” kata Arfian kepada Solopos.com, Senin (18/12/2023).

Berdasarkan data yang diterima Solopos.com, dari 858 kasus leptospirosis yang tersebar di 35 kabupaten/kota itu, daerah dengan kasus tertinggi berada di Kebumen dengan 144 kasus, Purworejo 125 kasus, dan Banyumas 86 kasus.

Ketiga kabupaten/kota itu juga menjadi daerah yang memiliki kasus meninggal tertinggi di Jateng karena leptospirosis.

“Rincianya untuk yang meninggal karena leptospirosis, di Purworejo itu ada 19 orang, Kebumen 15 orang, dan Banyumas 13 orang,” rincinya.

Arfian pun meminta petugas kesehatan di lapangan lebih peka dalam menyikapi penyakit leptospirosis, terutama saat musim hujan maupun di daerah rawan banjir.

Jika menemui pasien yang menunjukkan gejala leptospirosis agar ditangani secepatnya dan jangan sampai terlambat.

“Perawat, bidan, harus lebih peka bila menemui gejala yang mengarah ke leptospirosis. Agar penanganan bisa lebih cepat, kalau terlambat diagnosis, telat atau keliru, bisa fatal. Jadi kami sudah bekali petugas kesehatan agar tanggap penanganannya langsung,” pintanya.

Sementara terkait gejala, orang yang terkena leptospirosis cirinya hampir sama dengan penyakit lainnya. Orang itu akan bergejala demam, pilek, masuk angin, kram, dan terkadang diikuti dengan kejang-kejang.

“Leptospirosis ini tingkat kematian (fatalitas) juga lebih tinggi daripada demam berdarah dengue (DBD). DBD hanya sekitar 2-3 persen, sedangkan leptospirosis bisa mencapai 50 persen. Jadi kalau ada dua kasus, satu di antaranya bisa meninggal dunia,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya