SOLOPOS.COM - Ilustrasi batik khas Semarang. (visitjawatengah.jatengprov.go.id)

Solopos.com, SEMARANG — Meski memiliki sentra penjualan batik atau Kampung Batik, ternyata Kota Semarang masih minim dalam produksi kain batik. Hal ini terbukti dengan banyaknya kain-kain batik khas Semarang atau batik Semarangan yang justru dibuat oleh perajin dari daerah lain, bahkan proses produksinya berlangsung di daerah lain.

Hal itu diungkapkan perajin batik sekaligus Ketua Paguyuban Kampung Batik Semarang, Eko Haryanto, kepada Solopos.com, Senin (2/10/2023). Eko menyebut permintaan akan kain batik belum bisa dipenuhi perajin Kota Semarang karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM) atau perajin batik di Kota Semarang.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Menurut Eko, sebenarnya potensi batik di Semarang sangatlah besar. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan produksi batik oleh warga Kota Semarang atau mininmnya jumlah perajin batik di Ibu Kota Jawa Tengah (Jateng) itu.

“Batik Semarang itu sebagian besar diproduksi di luar Semarang seperti Pekalongan ataupun Solo. Padahal, penjualan batik Semarangan mengalami peningkatan. Namun, sayang sekali tidak diimbangi dengan kemampuan produksi warga atau UMKM Kota Semarang,” ujar Eko kepada Solopos.com.

Ia menjelaskan, dengan kondisi itu banyak potensi ekonomi dari batik Semarangan yang terbuang sia-sia karena tidak ada tenaga kerja yang terserap di sana. Padahal sehelai kain batik saja bisa membutuhkan beberapa tenaga kerja.

“SDM yang kita butuhkan untuk proses membatik itu setidaknya bisa sampai lima orang. Semakin banyak produksi di luar Kota Semarang, ekonomi yang tumbuh di Kota Semarang tentu hanya sebatas penjualan saja. Artinya, profit oriented si penjual. Ini tidak bisa memberdayakan warga sekitar,” ujarnya.
memberdayakan masyarakat di sekitarnya,” jelasnya.

Dukungan Pemerintah

Menurutnya, potensi batik Semarangan sangatlah besar dan harus mendapat dukungan dari pemerintah kota. Apalagi, pada momentum Hari Batik Nasional seperti saat ini, di mana banyak perajin atau produsen batik yang omzetnya mengalami peningkatan.

“Kalau untuk saya sendiri peningkatan penjualan di Hari Batik tidak ada, karena saya itu hampir 80-90 persen tergantung pesanan. Tapi, kalau tetangga saya, di Hari Batik Nasional ini, alhamdulillah banyak yang laku karena sekolah kan mewajibkan memakai batik. Orang tua siswa banyak yang pesan dan mencari baju batik. Potensinya sebenarnya sangat luar biasa, tapi tidak dimaksimalkan,” tegas Eko.

Ia pun berharap, ke depan produksi batik akan lebih banyak dilakukan di Kota Semarang. Tujuannya, selain menghidupkan kembali ikon batik Semarang, sekaligus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

“Harapannya ke depan untuk motif batik Semarangan apapun tidak masalah, selama dibuat di Semarang dan diberdayakan oleh masyarakat Semarang. Artinya, biarlah batik Semarang itu tumbuh dan berkembang di Semarang. Tidak di tempat [daerah] lain,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya